SAMPIT – Warga Desa Batuah, Kecamatan Seranau, mengeluhkan siring cor beton pengairan yang berada di pinggir Sungai Mentaya. Alasannya, selain dianggap tidak tahan lama karena cepat rusak, tergerus air pasang surut, dana yang digunakan juga dinilai tidak sesuai yang dianggarkan dan fakta di lapangan.
Pantauan Radar Sampit, pembangunan siring Desa Batuah itu dimulai 1 Desember 2016 dan berakhir 15 Februari 2017 oleh CV Himalaya dengan dana Rp 290 juta. Panjang siring cor beton yang dibangun sesuai rencana awal 100 meter. Namun, yang dibangun hanya 35 meter kiri kanan atau 70 meter. Awalnya, penyiringan untuk anak sungai itu menggunakan batu belah, sedangkan faktanya cor beton.
“Saya kurang tahu juga, mengapa pembangunan siring desa itu ada perubahan. Sesuai rapat awal, menggunakan batu belah, tapi katanya ada perubahan lagi. Ya menggunakan cor beton seperti yang ada itu,” kata salah seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya.
Selain mengeluhkan tidak ada rapat mengundang masyarakat atas perubahan tersebut, warga desa ini juga menginginkan agar Kejaksaan Negeri Sampit melakukan audit dana desa. Sebab, banyak proyek yang dibangun di Desa Batuah tidak sesuai hasilnya. ”Kami harapkan kejaksaan turun ke lapangan untuk mengaudit,” katanya.
Terpisah, Ketua BPD Batuah H Diar membenarkan bahwa awalnya untuk pembangunan siring desa dengan panjang 100 meter itu menggunakan batu belah. “Pada saat awalnya menggunakan batu belah, katanya ada perubahan RAB dan saya tidak diundang. Faktanya cor beton,” ucapnya ketika ditemui dikediamannya di Desa Batuah, baru-baru ini.
Menurutnya, pembangunan siring itu belum sempurna dan diperkirakan hanya 80 persen, sedangkan 20 persen untuk penimbunan kiri kanan siring. “Sisa dananya, menurut informasi yang saya terima sekitar Rp 58 juta. Tapi, sampai sekarang belum jelas,” ucap Diar.
Sementara itu, Bendahara Desa Batuah Suharto membenarkan bahwa pembangunan siring desa itu awalnya menggunakan batu belah. Dia mengaku tidak tahu ada perubahan RAB untuk pembangunan siring tersebut.
”Waktu itu saya ada tugas ke Jakarta. Setelah pulang sudah dibangun cor beton,” kata Suharto.
Suharto mengungkapkan, saat pemasangan, siring cor beton itu pun hampir roboh, kemudian diberikan kayu penyangga supaya cor beton bisa berdiri tegak. ”Pada saat mau dipasang, pernah hampir roboh, tapi kemudian diberi penyangga,” jelasnya.
Selaku pemegang dana desa, Suharto menjelaskan, dana yang telah terserap 80 persen untuk pembangunan siring desa itu sekitar Rp 230 juta. Mengenai ada perubahan rencana pembangunan menggunakan batu belah menjadi cor beton, bukan wewenang bendahara desa.
”Itu ranahnya tim pelaksana kegiatan (TPK). Saya selaku bendahara desa hanya mengeluarkan dana sesuai dengan biaya yang tertera pada RAB saja,” pungkasnya. (fin/ign)