SAMPIT – Sempat naik beberapa waktu, harga karet terjad kembali anjlok dari Rp 1 juta menjadi Rp 600 ribu hingga 700 ribu per kuintal. Petani resah karena penurunan harga memukul perekonomian mereka.
”Hampir satu sampai dua bulan ini terjadi penurunan hingga harganya anjlok, saya baru jual pekan lalu hanya Rp 670 ribu, padahal sebelumnya menjual harga sampai Rp 1 juta,” kata Asman, warga Kecamatan Kotabesi kemarin (24/4).
Penurunan harga yang cukup signifikan itu sangat terasa bagi kalangan petani. Jika sebelumnya dalam sehari mereka bisa menghasilan ratusan Rp 200 ribuan per hari , kini paling besar Rp100 ribu. Itupun kalau kondisi cuaca normal. Apabila sering hujan maka dalam seminggu mereka hanya bekerja 3-4 kali.
Asman mengatakan, pengepul membeli dengan harga rendah dengan alasan gudang lagi penuh sedangkan permintaan pabrik menurun. Ada juga alasan bahwa kualitas karetnya jelek, dan ada yang menggunakan bahan kimia untuk membekukan cairan getah itu.
Di Kota Sampit hanya ada satu pabrik karet, yakni PT Sampit yang ada di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Pabrik itu menyerap hasil karet lokal namun harga belum bisa memuaskan petani.
Guna menyiasati agar pendapatan normal guna mencukupi semua kebutuhan, para petani bekerja menjadi pemotong rotan. Saat ini kondisi harga rotan cukup baik. Sayangnya rotan mulai punah. “Harga rotan cukup bagus. Kalau kerja punya orang, sehari bisa saja dapat Rp 150 ribu bersihnya,” kata Sarwi, warga Kecamatan Cempaga.
Mereka harus mengatur waktu kerja secara rapi. Pukul 5 pagi hingga jam 11 siang, mereka menyadap karet apabila cuaca tidak hujan. Kemudian dilanjutkan memotong rotan hingga sore hari. “Itulah kerjaan masyarakat kita, kalau bukan itu enggak ada lagi kerjaan lain. Nau ikut mendulang emas sekarang musim razia, kerja di sawit juga hasilnya kecil. Mending kerja sendiri,” tukasnya. (ang/yit)