KASONGAN - Perusahaan kelapa sawit dan masyarakat sekitar perkebunan kembali berseteru. Kali ini menyangkut belum dibayarkannya ganti rugi tanam tumbuh (GRTT) oleh pihak korporasi.
Hadran warga Desa Tewang Kampung Kecamatan Mendawai dalam waktu dekat bakal melaporkan PT Persada Era Agro Kencana (PEAK) ke Plt Bupati Katingan Sakariyas. Menyusul tidak menerima ganti rugi tanam tumbuh (GRTT) yang dijanjikan pihak perusahaan kepada masyarakat pemilik tanah.
"Kami tidak pernah diajak rapat maupun menandatangani kesepakatan jual beli tanah dengan PT PEAK. Tahu-tahunya, tanah saya seluas 60 hektare sudah digarap habis tanpa sepengetahuan. Sedangkan sampai sekarang uang GRTT tidak pernah dibayarkan," ungkap pria paruh baya ini kepada Radar Sampit, Rabu (19/7).
Menurutnya, persoalan itu sudah terjadi sejak dua tahun lalu. Upaya mencari keadilan terus dilakukannya, baik melalui jalur kekeluargaan hingga meminta keadilan dari aparat hukum. Namun tidak juga membuahlan hasil.
"Pihak perusahaan mengaku sudah membayar semua ganti rugi tanah kepada kepala desa (kades) setempat. Tapi kades mengaku, kompensasi itu hanya untuk membayar tanah yang tidak bertuan di wilayah desanya," jelas Hadran.
Padahal, imbuhnya, tanah dan kebun rotan tersebut merupakan tumpuan hidup keluarganya selama ini. Dirinya merasa kecewa dengan sikap PT PEAK yang terkesan semena-mena menggarap lahan masyarakat. Bahkan pihak perusahaan ditenggarai belum mengantongi bukti jual beli dan surat kepemilikan tanah yang sah dari masyarakat.
"Saya sudah mengumpulkan semua bukti surat tanah yang sah atas kepemilikan tanah itu. Kami merasa dirugikan dan hal ini akan kami laporkan ke pak bupati," sebutnya.
Menurutnya, perlakuan serupa juga dialami masyarakat Desa Tewang Kampung lainnya, yakni warga atas nama M. Thamrin, Pirai , H Sugiarto, Sidik, H Markasi, Karyawan, Yohartadi, H Ata, Jumani dan Anang Rusli.
"Memang tidak semua warga ini yang mempunyai bukti surat tanah, tapi bagi warga pemilik tanah yang telah digarap PT PEAK tanpa kompensasi itu sah, dan diakui secara adat," ujarnya.
Lahan miliknya seluas 60 hektare tersebit, sudah berstatus Surat Pernyataan Tanah (SPT) dan merupakan warisan kedua orang tua. Untuk itu, dirinya menuntut ganti rugi sebesar Rp 5 juta per hektar dari 52 hektare tanah kosong miliknya. Kemudian meminta Rp 10 juta per gektar untuk delapan hektare kebun rotannya.
Ketika dikonfirmasi via telepon, Humas PT PEAK Nonde terkesan cetus. Bahkan terkesan enggan melayani konfirmasi yang dilakukan wartawan. Dengan tegas, Nonde memaksa wartawan untuk menyebutkan siapa nama warga yang telah melapor kejadian itu.
"Siap orang yang melapor itu, kalau tidak berani menyebutkan namanya jangan melalui telepon. Langsung datang kesini saja," pungkasnya tanpa menjelaskan sedikitpun terkait permasalahan GRTT dimaksud. (agg)