MUARA TEWEH – Minyak dan Gas Bumi (Migas) merupakan salah satu sumber daya alam yang selama ini, dipergunakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup masyarakat. Seiring dengan berkembangnya waktu, kebutuhan masyarakat Indonesia, akan migas cenderung meningkat. Karena itu pemerintah pun terus berupaya mencari sumber cadangan baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dan berdasarkan data wilayah kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) jumlah cadangan yang ada di seluruh Indonesia saat ini sebanyak 280.
Dalam teknis Industri Hulu Migas yang padat alat, teknologi dan resiko tinggi ini, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan pihak investor. Peraturan terkait kerjasama ini, telah beberapa kali mengalami perubahan dan terbaru yakniNo 8 tahun 2017 menggunakan kontrak bagi hasil Gross Split.
Dengan sistem kerjasama bagi hasil Gross Split ini, maka sesuai pasal 2 ayat 2 bahwa kepemilikan sumber daya alam tetap ditangan pemerintah, sampai pada titik penyerahan. Kemudian pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas, serta modal dan resiko seluruhnya ditanggung kontraktor.
“Jadi dengan sistem bagi hasil yang baru ini,bila dalam kegiatan ekplorasi cadagan migas yang dilakukan tidak membuahkan hasil, maka kerugian menjadi tanggungan dari kontraktor,” kata Kepala Departement Kajian Kontrak Kerjasama Ceby Gard, Didampingi Adirat Kuncara Zakti, Specialis Pratama Defuty Dukungan Bisnis SKK Migas, dalam paparan materi Gross Split, pada kegiatan Media Gathering SKK Migas KKKS Kalsul 2017 yang dilaksanakan di kota Tarakan, Kamis (27/7).
Sementara, jelas dia, untuk besaran bagi hasil awal (base split) yang diatur dalam peraturan Mentri ESDM yang baru, untuk minyak bumi sebesar 57 persen untuk bagian negara dan 43 persen bagian kontraktor. Sedangkan untuk gas bumi sebesar 52 persen bagian negara dan 48 persen bagian kontraktor.
“Jadi negara mendapat keuntungan yang lebih besar dari kontraktor,” katanya.
Namun lanjut dia, dalam hal perhitungan komersialisasi lapangan atau beberapa lapangan tidak mencapai keekonomian tertentu, Mentri dapat memberikan tambahan persentase bagi hasil paling banyak sebesar 5 persen kepada kontraktor. Sedangkan apabila dalam perhitungan komersialisasi lapangan atau beberapa lapangan melebihi keekonomian tertentu, mentri dapat menetapkan tambahan persentase bagi hasil paling banyak sebesar 5 persen untuk negara dari kontraktor.
“Hal ini diatur pada pasal 7 bentuk dan ketentuan pokok kontrak bagi hasil Gross Split,” katanya.
Pada aturan baru juga sesuai pasal 11, Penerimaan Negara dalam kontrak bagi hasil Gross Split terdiri dari bagian negara, bonus-bonus dan pajak penghasilan kontraktor. Selain itu pemerintah juga mendapat pajak tidak langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara penerimaan kontraktor (Contraktor Take) dalam kontrak bagi hasil Gross Split merupakan bagian kontraktor yang dihitung berdasarkan persentase gross produksi setelah dikurangi pajak penghasilan.
“Ketentuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan insentif lainnya, mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan fasilitas perpajakan dan insentif pada kegiatan usaha Hulu Migas,” terang mereka. (viv/vin)
WARNING: Semua informasi yang ada di website sampit.prokal.co adalah hak cipta penuh Harian Radar Sampit. Dilarang keras menjiplak atau menyalin semua informasi di website ini ke dalam bentuk dokumen apapun (untuk kepentingan komersil) tanpa seizin Radar Sampit. Pihak yang melanggar bisa dijerat UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan perubahannya dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Like & Follow akun resmi Radar Sampit fanspage facebook: Radar Sampit Twiiter: radarsampit Instagram: radarsampitkoran