SAMPIT-Ketua Komisi I DPRD Kotim Handoyo J Wibowo menilai, hadirnya investasi di sektor perkebunan kelapa sawit di Kotim, belum berdampak signifikan kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurutnya, hal itu juga terukur dari Dana Bagi Hasil (DBH) untuk sektor perkebunan yang sangat minim.
Belum lagi lanjutnya, dampak sosiologis yang kerap sering menimbulkan konflik sengketa lahan di masyarakat.
”DBH sektor perkebunan itu kecil sekali, daerah gak dapat apa-apa. Hasil itu semua lebih banyak masuk kepada pemerintah pusat. Selama ini pemerintah pusat tidak berlaku adil dalam pengelolaan pajak yang diperoleh dari perkebunan yang nilainya sangat besar. Pengembalian ke daerahnya bisa dikatakan tidak ada,” papar Politikus Demokrat Kotim ini.
Dilanjutkan Handoyo, saat ini aturan pembagian DBH bagi daerah penghasil hanya mengakomodasi pembagian untuk sektor kehutanan, pertambangan mineral dan batu bara. Kemudian pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. Sedangkan untuk sektor perkebunan, terutama kelapa sawit tidak ada. Menurutnya pemerintah pusat beralasan sektor perkebunan merupakan sumber daya alam yang bisa diperbaharui.
”Itu salah satu alasan mendasar dari pemerintah pusat, dan tentunya ini sangat tidak memenuhi rasa keadilan. Bayangkan hutan di Kotim ini puluhan ribu hektar sudah punah untuk perkebunan sawit, tetapi apa timbal baliknya ke daerah?,” ungkapnya.
Sementara itu mengenai dampak positif hadirnya investasi perkebunan sawit, menurut Handoyo yakni akses jalan ke semua kecamatan lebih mudah dan terbuka. Namun menurutnya, pembuatan jalan itu sudah kewajiban dari perusahaan perkebunan, terutama untuk jalan mereka sendiri.
”Tapi yang kita kritisi ini adalah kebijakan aturan yang tidak adil itu tadi. Sehingga kami mendorong agar pemerintah daerah bersama-sama mengajukan uji materi aturan yang mendasari porsi pembagian DBH itu tadi,” pungkas Handoyo. (ang/gus)