SAMPIT – Kisruh tuntutan warga yang tergabung dalam kelompok tani pembudidayaan tanaman rotan, Jalan Jenderal Sudirman, Kilometer 29, Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan MB Ketapang, kepada perusahaan sawit berbuntut panjang. Karena tak ada tanggapan, warga akan tempuh jalur hukum.
”Kami akan tempuh jalur hukum jika tidak ada tanggapan. Ini sudah keterlaluan, sudah berkali-kali kami dibohongi terus oleh manajemen. Sementara ini, kami akan gelar aksi dengan membuat tenda bahkan pondok. Bila perlu kami akan membuat bangunan permanen di sana. Walaupun berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, kami tidak peduli. Kami akan tetap mendirikan bangunan di atas lahan kami yang dijajah perusahaan. Hingga mereka mengabulkan hak kami,” kata Elis, salah satu warga.
Selain itu, warga juga menuding bahwa perusahaan sawit banyak melakukan pelanggaran keimigrasian. Pasalnya, perusahaan telah mempekerjakan 29 warga negara asing (WNA) tak berizin.
”Kami sering mendapati pekerja mereka berbicara bahasa Malaysia. Karena aksennya melayu. Beberapa ada yang pakai bahasa china kalau ngobrol dengan pekerja lokal. Mereka (WNA) tidak memiliki izin tuh, karena mereka aktivitasnya tertutup, tidak pernah ada yang mau keluar,” kata salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kepala Dinas Imigrasi Djoko Surono mejelaskan, memang ada tenaga asing yang ada di perusahaan tersebut, namun jumlahnya hanya sepuluh orang. Imigrasi sudah mengeluarkan surat izin tinggal sementara (ITAS).
”Memang benar ada WNA yang bekerja di sana. Tapi kami (Dinas Imigrasi, Red) sudah mengeluarkan surat izin tinggal sementara. Oleh karena itu, saya rasa tidak ada masalah,” katanya ketika ditemui di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.
Namun ketika Djoko ditanya berapa lama pihaknya sudah mengeluarkan izin tinggal sementara itu, dia terdiam. Pasalnya, berdasarkan informasi yang diperoleh dari warga, PT MAP sudah mempekerjakan WNA asal Malaysia dan China selama hampir sepuluh tahun. Sementara pihak Imigrasi hanya memberi pada para WNA itu surat izin tinggal sementara (ITAS).
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1994 tentang visa, WNA hanya boleh menetap di Indonesia selama kurang dari 5 tahun, yakni hanya memiliki batas maksimal tinggal selama 2 tahun. Jika lebih dari itu, maka mereka diperkenankan untuk angkat kaki. Sementara, warga menuding para pekerja WNA di PT MAP sudah tinggal lebih dari lima tahun.
Saat ini, warga masih tetap bersikeras mempertahankan haknya. Karena mereka menilai perusahaann sudah melanggar janji yang disepakati berulang-ulang sejak 2009 lalu.
Sementara itu, manajemen perusahaan yang kini sedang berseteru dengan kelompok tani pembudidayaan tanaman rotan di Jalan Jenderal Sudirman, Kilometer 29, Kelurahan Pasir Putih, enggan enggan dimintai keterangan. Mereka lebih memilih menutup diri dan menutup akses komunikasi wartawan. (rm-83/yit)