PANGKALAN BUN – Sidang lanjutan kasus pemalsuan dokumen dan penyerobotan lahan milik ahli waris Brata Ruswanda di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun kembali digelar, Senin (18/12) kemarin. Pada sidang kasus yang menyeret 4 orang pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) Kobar ini, dihadirkan 7 orang saksi.
Saksi yang hadir antara lain mantan Bupati Kobar dua periode yakni Ujang Iskandar, Sekda Kobar, Masradin serta beberapa pejabat ASN lainnya, yakni Muhammad Wasisto, Muhammad Sum, Hanik Mujiyati, Chairul, dan Rustam Efendi.
Saat menyampaikan keterangan dalam sidang, Ujang mengatakan saat menjabat bupati Kobar dua periode, dirinya juga sebagai penasehat dalam pembentukan tim penilaian aset atas SK gubernur Kalteng. Salah satu tugas tim tersebut yakni mendata seluruh aset Pemerintah Daerah (Pemda) yang belum terdata, termasuk objek yang disengketakan dalam kasus ini.
”Kronologisnya, pertama mengenai aset disengketakan, saya sebagai bupati periode 1 dan 2 melanjutkan, bahwa aset tersebut sebenarnya sudah tercacat di buku inventaris barang berdasarkan SK gubernur,” ujarnya, kemarin.
Ujang juga menilai, salah satu terdakwa Mila Karmila hanya melanjutkan tugas dari pejabat sebelumnya. Saat itu lanjutnya, aset tercatat di dalam buku inventaris barang, dan belum menggunakan aplikasi komputer. Pihaknya sudah menggunakan aplikasi di tahun 2011, yang tentunya juga berdasarkan SK Gubernur.
”Dalam setiap keputusan selalu saja ada catatan, apabila dikemudian hari ada kekeliruan selalu diperbaiki, sepanjang tidak ada kerugian negara,” tambahnya.
Di persidangan itu Ujang meminta agar digali dan dianilisis kembali terkait dengan aplikasi tersebut, karena ia tidak mengetahui siapa yang harus bertanggungjawab. Menurutnya berdasaran SK gubernur, tanah yang menjadi objek sengketa itu luasnya 9 hektare.
”Perlu diteliti kembali, dari tanah 9 hektare dan sekarang jadi 7 hektare. Sisanya kemana, perlu kita bongkar. Jangan yang hanya 7 hektare saja yang dipermasalahkan, karena sudah banyak beredar fotocopy kavlingan ke mana-mana,” ungkapnya.
Ujang juga menilai, ke empat ASN yang terseret dalam kasus ini, hanyalah korban. Menurutnya mereka telah bekerja sesuai dengan tupoksinya yakni menjalankan perintah sesuai dengan SK gubernur pada saat itu.
”Banyak aset kita yang diklaim, jadi banyak kejadian seperti ini di Kobar. Harus kita bongkar semua, jangan sepotong-sepotong, bagaimana pun ini aset milik Pemda,” tegasnya.
Selain itu Ujang juga membeberkan, saat sidang perdata dirinya pernah didatangi oleh keluarga Brata Ruswanda (penggugat) tiga orang yang meminta kepadanya agar tanah tersebut diserahkan kepada mereka. Dan saat itu ia menjabat sebagai Bupati Kobar dan tercatat aset Pemda itu tidak bisa diserahkan.
”Saya katakan saat itu, kalau merasa benar proses hukum saja, apabila benar kami serahkan aset tersebut,” tambahnya.
Sementara itu usai persidangan Ujang Iskandar juga menyampaikan, dalam aplikasi simbada yang mengelola aset tersebut hanya ada dua pilihan, yakni hibah atau pembelian. Pengurus barang mencantumkan pembelian itu sama sekali menganggarkan untuk mengganti rugi terhadap tanah tersebut.
”Itu sudah tercatat sejak tahun 1994, sudah lengkap 2003 tercatat sebagai aset. Pemerintahan saya pada waktu itu melanjutkan pemerintahan yang lalu. Jadi saya minta ini dibongkar habis, dicek semua hingga akhirnya ketahuan,” imbuhnya.
Sementara itu, penasihat hukum empat terdakwa, Rahmadi G Lentam menyampaikan, aplikasi tersebut bukan terdakwa yang membuat, melainkan dibuat oleh pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
”Salahkan BPK kenapa cuma ada dua pilihan. Dan apa pun, ketika orang mengentri data, ya dua itu saja pilihannya. Yang dicari kebenaran meteriil, bukan kebenaran formal,” tandasnya.
Perlu diketahui, kasus pemalsuan dokumen dan penyerobotan lahan milik ahli waris Brata Ruswanda ini menjerat 4 aparatur sipil negara (ASN). Mereka adalah Kepala Disnakertrans Kobar Ahmad Yadi, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kobar Rosihan Pribadi, Sekretaris DPKH Kobar Lukmansyah dan Staf Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Kobar, Mila Karmila.
Mereka tersandung kasus ini saat masih bertugas di Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kobar. Lahan yang dimaksud adalah lahan percontohan balai benih pertanian seluas kurang lebih 10 hektar, di Jalan Padat Karya, Kelurahan Baru, Kecamatan Arut Selatan (Arsel). (jok/gus)