PANGKALAN BUN-Sebagian masyarakat Kobar masih kesulitan untuk memiliki hak atas tanah yang telah mereka manfaatkan. Terutama untuk masyarakat yang tinggal di kawasan berstatus Hutan Produksi (HP).
"Masih banyak yang terkendala status kawasan baik itu untuk kepentingan masyarakat atau pun kepentingan pemerintahan yang bisa digunakan untuk pembangunan fasilitas umum, seperti perkantoran, pelabuhan atau bahkan bandara," ujar Bupati Kobar, Nurhidayah, Kamis (1/3).
Namun pihaknya kini tengah berjuang untuk mengajukan pelepasan kawasan hutan terutama yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena sebagian besar dimanfaatkan untuk kehidupan mereka seperti tempat tinggal dan juga berladang.
"Kasihan kalau kita tidak bantu mereka, maka dari itu kita upayakan ke pemerintah pusat agar dipermudah, dan sepertinya sudah keluar aturan baru yang mempermudah proses itu," katanya.
Terkait hal itu, anggota DPR RI asal Kalimantan Tengah, Hamdani mengatakan bahwa presiden telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan.
Menurutnya, perpres itu dikeluarkan dalam rangka menyelesaikan dan memberikan perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat dalam kawasan hutan yang menguasai tanah di kawasan hutan. Dan pemerintah memandang perlu dilakukan kebijakan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan.
"Atas dasar pertimbangan itu, pada 6 September 2017, Presiden telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan," ujarnya di Pangkalan Bun.
Ditegaskan dalam perpres ini, pemerintah melakukan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang dikuasai dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Kawasan hutan sebagaimana dimaksud merupakan kawasan hutan pada tahap penunjukan kawasan hutan, yang meliputi kawasan hutan dengan fungsi pokok berupa hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.
Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang telah dikuasai dan dimanfaatkan atau telah diberikan hak di atasnya sebelum bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan. Menurut Perpres ini, dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan.
"Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan setelah bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan, tukar menukar kawasan hutan, memberikan akses pengelolaan hutan melalui program perhutanan sosial, atau melakukan resettlement, seperti bunyi Pasal 8 ayat (2) ayat (1) Perpres itu," pungkas Hamdani.(sla/gus)