SAMPIT - Wakil Ketua DPRD Kotim Supriadi menegaskan bahwa konflik antara perusahaan perkebunan dan masyarakat tidak akan berakhir jika pemerintah daerah tidak mengaudit seluruh perkebunan. Aksi klaim dan ganti rugi lahan bisa diakhiri jika operasional perusahaan sesuai dengan izin dari pemerintah.
"Sepanjang audit seluruh perkebunan itu tidak dilakukan, maka konflik antara pemodal dan masyarakat sekitar pasti terjadi. Karena masyarakat selaku beranggapan bahwa operasional perusahaan itu di luar izin. Begitu juga perusahaan merasa sudah pernah melakukan ganti rugi. Bisa saja kepada bukan orang yang tepat," kata dia.
Supriadi merasa prihatin terhadap sengketa yang berkepanjangan. Tak jarang masyarakat nekat menghentikan aktivitas perusahaan. Perusahaan dengan kekuatan modalnya juga melawan melalui jalur hukum. "Seharusnya tidak seperti itu. Kemampuan perusahaan ini merangkul masyarakat sekitar untuk disejahterakan," kata dia.
Meski begitu, Supriadi tidak memungkiri masih ada oknum yang memang dianggap sebagai musuh investor. Supriadi menyoroti warga Kotim yang tertangkap dan dijebloskan dalam penjara karena perbuatan tindak pidana pencurian sawit.
"Ekonomi sangat sulit. Maka dari itu munculnya tindak pidana pencurian itu, salah satunya karena himpitan ekonomi dan pekerjaan yang kian sulit, "kata dia.
Supriadi menyatakan untuk itu pemerintah dalam hal ini DPRD tidak diam. Salah satunya dengan memproduksi perda pemberdayaan tenaga kerja lokal. Ini fokusnya guna memberikan lapangan pekerjaan kepada warga sekitar berinvestasi. Tapi apakah regulasi itu dilaksanakan atau tidak, Supriadi menyatakan itu ada di ranah eksekutif.
"Sudah ada aturannya. Apakah dilaksanakan atau tidak, ini dijawab eksekutif. Kami tentunya menegaskan itu perda wajib dilaksanakan sebagai bentuk keprihatinan kita kepada warga masyarakat," kata dia. (ang/yit)