PALANGKA RAYA – Kalah dalam praperadilan dan merasa tak diberikan keadilan oleh majelis hakim, tersangka kepemilikan kayu diduga ilegal dan kuasa hukumnya mengancamkan akan melaporkan hakim atas putusan Praperadikan kepada Komisi Kode Etik dan Komisi III DPR-RI.
Upaya itu dilakukan setelah pemilik galangan kayu yang dijadikan tersangka oleh pihak Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Dinas Kehutanan dalam kasus pengangkutan sembilan kubik kayu jenis meranti campuran. Padahal diakui tersangka hanya sebagai penjual kayu dan membeli kayu tersebut di bansaw yang sudah berizin atau legal.
Mereka mengaku keberatan hingga menetapkan Sabran sebagai tersangka dan menilai hal itu dilakukan dengan cara tidak professional. Sebab Sabran sebagai pemilik galangan ditetapkan sebagai tersangka sedangkan pihak pembeli dari galangan dan pemilik bansaw yang menjadi tempat pihak galangan membeli kayu tidak dilakukan penyelidikan.
“Kami minta keadilan dan putusan majelis hakim itu sangat tidak adil, karena putusan dalam praperadilan tersebut dianggapnya tidak berlandaskan hukum dan gugatan pihaknya ditolak,” tegas Penasehat Hukum (PH) dari Sabran, Antonius Kristianto, Senin (12/3).
Kata Antonius, putusan itu juga mencantumkan dan menganggap mekanisme yang dilakukan Sporc sudah sesuai prosedur. Padahal sejumlah bukti dan keterangan saksi ahli dalam sidang praperadilan diabaikan oleh Majelis Hakim yang dipimpin Zulkifli.
”Ini tidak bisa dibiarkan dan tidak adil. Intinya putusan ini akan kami laporkan ke Komisi Kode Etik hakim dan Komisi III DPR-RI, karena kami nilai putusan ini tidak memiliki landasan hukum yang kuat,” tegasnya.
Sementara itu, pihak keluarga Sabran, Udin menyebutkan keberatan atas penanganan yang dilakukan pihak SPORC karena galangan yang dimiliki Sabran sendiri telah mengantongi izin dan pengangkutan kayu juga bukan dilakukan oleh pihaknya namun oleh pihak pembeli.
“Jelas tindakan tidak professional. Galangan memiliki izin dan pengangkutan dilakukan sendiri oleh pembeli namun pemilik galangan yang jadi tersangka sedangkan pihak galangan juga membeli kayu tersebut dari bansaw dan ada nota-nota pembeliannya,” tegasnya.
Dia menerangkan, kasus ini berawal dari adanya pembeli bernama Wahyu yang mendatangi galangan milik Sabran di Jalan Seth Adji. Saat itu Wahyu menyuruh anak buahnya untuk mebeli kayu jenis meranti campuran di galangan milik Sabran sebanyak 9 kubik dan saat itu disepakati harga untuk 9 kubik kayu itu senilai Rp 20 Juta, pengangkutannya dilakukan sendiri oleh pembeli.
Tak lama, tambahnya , anak buah Wahyu mengangkut kayu yang dibeli dengan menggunakan truk dan ternyata truk tersebut diamankan oleh pihak SPORC. Oleh Wahyu meminta agar Sabran mengecek keberadaan anak buah Wahyu di Kantor SPORC. Karena merasa tak bersalah Sabran mendatangi Kantor SPORC Sabran dan ternyata diamankan.
“Tak lama ditetapkan sebagai tersangka atas pengangkutan kayu sedangkan Wahyu selaku pembeli tidak dilakukan penanganan oleh pihak Sporc, padahal hal itu tidak ada kaitannya. Intinya kami keberatan dan akan menempuh jalur hukum lagi,” pungkasnya.(daq)