SAMPIT – Persimpangan jalan yang terdapat lampu pengatur lalu lintas sering menjadi tempat anak-anak berjualan kerupuk. Mereka hanya berharap belas kasih dari para pengendara agar dagangan yang dibawanya laku. Satu keranjang penuh makanan dibawanya ke lokasi. Asalkan mereka tak mengemis atau meminta-minta dengan memelas, apalagi memaksa.
Dari pantauan Radar Sampit, para pedagang cilik itu sering mangkal di persimpangan Jalan Pramuka - Jalan Tjilik riwut, persimpangan Jalan Ahmad Yani – Yos Sudarso, serta Bundaran Pemda Kotim.
Barang dagangan mereka beragam. Ada yang menjual kerupuk yang sudah dikemas dengan kantong plastik, ada pula yang menjual makanan ringan seperti makaroni.
Sebagai pengendara yang cukup sering melewati persimpangan Jalan Tjilik Riwut, Widia merasa kasihan dengan kondisi mereka. Dirinya memilih untuk membeli dagangan mereka daripada tak berbuat apa-apa.
“Jengkel juga sama orang tuanya. Kenapa anak kecil sudah dibiarkan atau disuruh berjualan di jalan-jalan. Jadi ya saya beli saja. Siapa tahu anak tersebut berjualan untuk memenuhi keinginan mereka yang tidak bisa dipenuhi orang tuanya,” cerita perempuan yang tinggal di Jalan Samekto itu.
Meski hasil berjualan makanan itu mereka setorkan entah ke siapa, yang pasti anak tersebut tetap mendapat jatahnya. Membeli dagangan mereka, lanjut Widia, lebih baik daripada hanya diam pura-pura tak melihat, bahkan tak memberi solusi sama sekali.
Sedangkan, Lilik (25), lebih memilih tak membeli dagangan anak-anak tersebut. Dirinya lebih memilih untuk mendoakan mereka agar diberikan kekuatan, kesabaran, dan kesehatan. Sehingga, dapat mencari uang dengan cara yang lebih baik. Karena, dirinya malah khawatir uang yang didapat dari hasil berjualan digunakan untuk hal-hal yang menyimpang.
“Khawatir digunakan untuk ‘ngelem’ atau semacamnya,” kata Lilik.
Secara terpisah, ketua Pos Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Forisni Aprilista mengatakan, hal seperti ini (anak penjaja makanan) merupakan persoalan lama yang terjadi di kota ini. Pihaknya sudah cukup sering berkoordinasi dengan instansi terkait dan sudah pernah dilakukan penindakan. Namun, mereka (anak-anak) tetap muncul lagi.
“Sebenarnya dalam hal ini peran keluarga yang sangat penting. Tapi, justru dalam beberapa kasus anak-anak ini ada yang memang atas kehendak sendiri dan cenderung bandel,” kata Forisni.
Tindakan tegas belum bisa dilakukan karena belum ada wadah yang bisa menampung anak-anak ini. Jadi, untuk mengatasi hal ini perlu komitmen bersama dan tindakan nyata. Namun, sampai sekarang hal itu masih menjadi kendala.
Selain itu, orang tua dari anak-anak tersebut juga sebaiknya dilakukan tindakan yang tegas. Karena, sebagian dari anak-anak itu memang sedang dimanfaatkan oleh orang tua mereka untuk berdagang. Mereka memanfaatkan rasa iba pengendara/pengguna jalan terhadap anak-anak yang sedang berjualan.
Oleh karena itu, dirinya berpesan kepada masyarakat agar lebih baik tidak membeli dagangan mereka. Itu merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kebiasaan anak-anak tersebut untuk berdagang. “Kalau tidak ada yang membeli, otomatis mereka akan berhenti berdagang,” tutur Forisni.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kotim Rody Kamislan mengatakan, pihaknya telah melakukan penindakan pada beberapa anak-anak tersebut beberapa hari yang lalu. Anak-anak tersebut diberikan pembinaan serta orang tuanya dipanggil guna membuat surat pernyataan.
“Satpol PP punya kewenangan untuk menertibkan anak-anak jalanan,” kata Rody.
Setelah dilakukan penertiban dan menandatangani surat pernyataan tersebut, Rody melanjutkan, jika mereka kembali melanggar ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, maka akan diserahkan kepada instansi yang menangani masalah sosial untuk pembinaan lebih lanjut.
“Yang disayangkan, karena kami (Kotim) belum mempunyai dinas teknis terkait kasus ini. Rumah singgah untuk memaksimalkan pembinaan juga tidak ada,” pungkasnya. (rm-88/yit)