KOTAWARINGIN LAMA – Penerimaan peserta didik baru tahun pelajaran 2018/2019 di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), selain menerapkan sistem zonasi di dalam pendaftaran, juga memberlakukan peraturan baru bagi murid kelas I Sekolah Dasar (SD) dan kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat. Aturan itu, yakni dengan seragam sekolah model panjang, baik untuk atasan ataupun bawahannya.
Penerapan kebijakan itu dikeluhkan sejumlah orang tua/wali murid yang menilai kurang sosialisasi. Pasalnya, selama ini murid SD dan SMP, baik negeri maupun swasta menggunakan seragam pendek, kecuali bagi pelajar berhijab.
Unah, warga Kecamatan Kotawaringin Lama (Kolam) mengaku telah membelikan seragam putih biru dan seragam pramuka untuk cucunya yang mendaftar di salah satu SMP di wilayah itu.
”Saya tidak tahu ada aturan murid baru harus seragam panjang demikian juga dengan ibu-ibu yang lain yang sudah terlanjur membeli seragam pendek, terutama yang anak atau cucunya laki-laki,” ucap Unah, Selasa (17/7).
Kepala Dinas Dikbud Kabupaten Kobar Aida Lailawati melalui Kepala Cabang Dinas Dikbud Kolam Muhammad Marhani membenarkan adanya penerapan aturan seragam baru bagi peserta didik baru SD dan SMP sederajat.
Namun, dia menegaskan, aturan itu tidak kaku langsung diterapkan seperti kewajiban harus berseragam panjang. Dia juga mengaku mendengar keluhan dari warga yang anaknya baru masuk SD dan SMP.
”Kami dapat memaklumi keluhan warga, karena kebijakan ini belum sempat disosialisasikan secara luas, karena Cabang Dinas ataupun pihak sekolah baru mendapat pemberitahuan ini berdekatan dengan pelaksanaan peserta didik baru,” ujar Marhani.
Selanjutnya, kata mantan Kepala SMPN 1 Kolam ini, murid baru yang sudah membeli seragam pendek dipersilakan dipakai dulu sampai dia bisa membeli seragam panjang. Untuk murid kelas II sampai kelas VI SD dan kelas VIII dan IX SMP sederajat yang ingin berseragam panjang, juga dipersilakan mengganti seragamnya.
”Masalah seragam panjang ini kami harapkan jangan dijadikan polemik atau mengendurkan semangat anak untuk bersekolah. Saya rasa untuk keluarga kurang mampu tidak masalah, karena pemerintah telah menyediakan seragam panjang gratis,” tandasnya.
Masalah seragam panjang itu bukan hanya membingungkan orang tua/wali murid baru, tapi juga berdampak kepada pedagang seragam sekolah di pelosok. Mereka merasa dirugikan karena sudah menyetok seragam yang digunakan selama ini.
”Seharusnya beberapa bulan sebelum penerapan kebijakan ini agar disosialisasikan, sehingga kami tidak menyetok banyak seragam pendek, karena di daerah pelosok seperti Kotawaringin, mayoritas sekolah, kecuali MTs dan pesantren, menggunakan seragam pendek. Kami kesulitan menjualnya lagi,” ucap Tini, pedagang seragam sekolah di Kolam. (gst/ign)