SAMPIT – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) tak bisa memastikan penyebab tercemarnya Sungai Sebabi yang meluas sampai Sungai Buluh Tibung, Desa Tanah Putih. Instansi itu menunggu hasil uji laboratorium sampel sungai yang tercemar.
”Kami masih menunggu hasil lab, paling lama dua minggu. Setelah hasilnya keluar, baru diketahui pencemaran itu karena limbah perusahaan sawit atau racun. Namun, kami masih menduga pencemaran itu disebabkan unsur kesengajaan dengan cara diracun. Untuk lebih pastinya, tunggu saja hasil lab,” kata Kepala DLH Kotim Sanggul Lumban Gaol, Jumat (31/8).
Sebelumnya diberitakan, pencemaran air Sungai Sebabi meluas sampai ke Sungai Buluh Tibung, Desa Tanah Putih, Kecamatan Telawang. Ratusan ikan dalam keramba ikut mati. Berbeda dengan pernyataan DLH Kotim sebelumnya, menurut warga setempat, pencemaran itu bukan dari racun, melainkan limbah perkebunan kelapa sawit.
Sanggul menegaskan, apabila penyebab ikan mati karena pencemaran limbah dari perusahaan sawit, kondisinya tidak separah itu. Sebab, dari kejadian sebelumnya, CPO tumpah di sungai tidak menyebabkan semua jenis ikan mati.
”Kalau karena CPO, tidak semua jenis ikan yang mati. Biasanya yang besar masih mampu bertahan hidup. Dalam kasus ini, ikan kecil maupun besar semuanya mati, sehingga analisa dugaan disebabkan karena racun,” kata Sanggul.
Selain mengamati kondisi sungai, pihaknya juga melakukan konfirmasi dengan beberapa perusahaan di sekitar wilayah tersebut. Perusahaan menyatakan tidak ada tangki limbah yang bocor. Beberapa perusahaan juga tidak ada yang sampai bermuara ke sungai.
”Saya sering melihat limbah pabrik. Kalau dari limbah sawit, permukaannya sudah ketahuan, pasti banyak minyak dan tidak semua ikan mati karena ada ruang-ruang air yang kosong, tidak tercemar. Selain itu, kalau memang diduga karena limbah pabrik tidak mungkin dari hulu ke hilir, kecuali ada kebocoran,” tegasnya.
Sanggul menduga air tercemar oleh racun. “Takutnya ada ulah oknum tak bertanggung jawab yang sengaja meracuni. Tetapi, untuk lebih jelasnya, biarkan hasil lab yang membuktikan. Dilihat dari sampel air yang diambil kadar lemaknya berapa atau racunnya jenis apa, nanti kelihatan hasilnya di lab,” katanya.
Lebih lanjut Sanggul mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Perikanan Kotim untuk meninjau penyebab kematian ikan. ”Apakah mati karena racun atau karena setrum, atau limbah pabrik. Itu bisa dilihat dari matanya, maupun dari hal lainnya,” katanya.
Sanggul mengimbau masyarakat sekitar untuk menjaga kelestarian sungai dan lingkungan sekitar dengan baik. Sebab, yang memanfaatkan masyarakat itu sendiri.
”Jika ditemukan ada limbah bocor, segera laporkan. Kalau perlu dikoordinasikan dengan damang adat dengan dilakukan ketegasan secara adat agar lebih efektif. Kalau secara hukum perlu proses panjang,” katanya.
Sanggul menjelaskan, sungai yang tercemar itu masih bisa dipulihkan, meski memerlukan proses. ”Air mengalir dari hulu ke hilir. Makhluk hidup di perairan sungai itu pasti akan pulih secara alami. Misalnya, dengan adanya hujan, air yang tercemar akan terbawa menuju ke sungai besar, dan sungai yang tercemar tergantikan dengan air yang baru,” tandasnya. (hgn/ign)