PALANGKA RAYA – Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2019 harus disesuaikan dengan berbagai pertimbangan. Hal ini menanggapi penetapan kenaikan UMP 2019 oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sebesar 8,03 persen.
Pj Sekda Kalimantan Tengah (Kalteng) Fahrizal Fitri mengatakan, setiap tahun UMP memang selalu naik. Hanya saja, besarannya dipertimbangkan sedekian rupa berdasarkan sejumlah kajian. Salah satunya dari indikator kebutuhan hidup layak (KHL), yang nantinya menjadi dasar pemprov untuk menaikkan persentase UMP di tahun berikutnya.
”Memang ada perhitungannya, apakah pas di angka 8,03 persen itu kenaikannya atau bisa juga lebih dari itu. Jadi, pertimbangannya ada semua, sehingga berapa nanti yang dinaikkan akan sesuai,” katanya, kemarin.
Selain menghitung dari KHL, lanjutnya, pertimbangan kenaikan juga berdasarkan angka inflasi dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tahun ini. Meski dua indikator ini tidak menjadi patokan utama, dalam perhitungan KHL sangat diperlukan.
Terkait KHL ini, Fahrizal mengaku sejak 2015 yang lalu belum pernah diterapkan sampai saat ini. Karena itu, dia meminta agar indikator yang satu ini secepatnya diperhitungkan untuk berbagai keperluan. Tak hanya dari segi kenaikan UMP, melainkan untuk melihat angka pembangunan ekonomi.
”Jadi, (KHL, Red) harus disesuaikan lagi dan kami berharap UMP nantinya menjadi standar kehidupan layak bagi para pekerja,” ucapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kenaikan UMP wajib ditindaklanjuti perusahaan pemberi kerja. Meski kepatuhan perusahaan soal tindak lanjut kenaikan UMP ini sudah baik, namun perusahaan diingatkan soal sanksi apabila tidak menaikkan upah sesuai standar yang ditentukan pemerintah.
Di satu sisi, dia mengharapkan kenaikan UMP 2019 diiringi peningkatan produktivitas pekerja. Berapa pun kenaikannya dari tahun ini, tentu kenaikan UMP wajib diikuti dengan peningkatan kinerja.
”Kenaikan upah ini disesuaikan kebutuhan hidup. Dengan begitu, pekerja juga harus menindaklanjuti kenaikannya dengan produktivitas kerja,” tandasnya. (sho/ign)