JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Punding LH Bangkan terkait kasus dugaan suap terhadap anggota DPRD Kalteng. Pria yang sebelumnya menjabat Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng ini telah diperiksa dua kali setelah jadi tersangka.
Punding sebelumnya diperiksa sebagai saksi untuk Teguh Dudy Syamsuri Zaldy (Manajer Legal PT BAP) pada Kamis (1/11). KPK kembali memanggilnya Jumat (2/11). Pemanggilan itu di luar jadwal yang ditetapkan KPK.
Sekitar sekitar tujuh jam menjalani pemeriksaan, Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng itu tak mengeluarkan sepatah kata pun saat keluar dari gedung KPK menuju mobil tahanan. Politikus senior Kalteng ini hanya melempar senyum kecut saat puluhan awak media bersahutan melontarkan pertanyaan dan mengambil gambar dirinya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemanggilan Punding di luar jadwal karena penyidik memerlukan informasi tambahan guna pengembangan kasus suap tersebut.
”Kemarin memang sebagai saksi atas TD, tapi untuk hari ini bisa juga statusnya sama. Namun, karena dia juga tersangka, keterangan PUN (Punding, Red) juga bisa berarti untuk dirinya sendiri atau dalam artian dia diperiksa sekaligus sebagai tersangka,” kata Febri.
Sementara itu, penggeledahan tim KPK terkait kasus tersebut ternyata belum usai. Lembaga antirasuah itu menyasar kantor PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) dan PT SMART di Jakarta. Durasi yang diperlukan tim lebih lama dibandingkan di Kalteng, yakni selama 17 jam.
”Penggeledahan dilakukan secara paralel, baik di Kalteng dan Jakarta. Untuk di sini (Jakarta, Red), penggeledahan cukup lama, mulai dari pukul 11.00 - 04.00 dini hari,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (2/11).
Catatan Radar Sampit, penggeledahan tim KPK di Kalteng yang menyasar enam titik di dua daerah terpisah, Palangka Raya dan Sampit, total memerlukan waktu 22 jam. Rinciannya, masing-masing sekitar tiga jam di kantor Dinas Kehutanan Kalteng, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kalteng, dan kantor DPRD Kalteng.
Selanjutnya, di kantor Sinar Mas Sampit, sekitar tujuh jam. Lalu, di kantor Dinas Perkebunan Kalteng 4,5 jam dan Dinas Lingkungan Hidup sekitar 1,5 jam.
Menurut Febri, penggeledahan di Jakarta untuk melengkapi alat bukti yang disita dari dokumen yang diamankan di Kalteng. ”Ada beberapa dokumen yang disita, termasuk dokumen keuangan dan dokumen terkait perizinan juga,” ujarnya.
Perizinan Bermasalah
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif kembali meminta pemerintah, khususnya Kementerian LHK, Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, untuk segera mengevaluasi perusahaan di sekitar Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan.
Pengungkapan dugaan suap dari perusahaan sawit terhadap oknum anggota DPRD Kalteng harus ditindaklanjuti dengan evaluasi menyeluruh izin perusahaan perkebunan. Pasalnya, selain dugaan pencemaran danau, pemicu suap diduga karena izin yang bermasalah, yakni Hak Guna Usaha (HGU), Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), dan jaminan pencadangan wilayah.
”Kami ingin menyampaikan kepada kementerian yang relevan untuk segera mengevaluasi semua perkebunan di sekitar danau itu,” kata Laode.
Laode mengatakan, perizinan bermasalah itu diketahui DPRD Kalteng saat kunjungan ke Danau Sembuluh. Dalam kunjungan itu, legislator tersebut mengetahui dugaan pembuangan limbah ke Danau tersebut dilakukan sejumlah perusahaan, termasuk PT BAP.
”Dari informasi sementara yang kami dapat, walaupun mereka beroperasi sudah lama sekali, PT BAP ini kelengkapan perizinannya belum selesai,” kata Laode.
KPK menduga manajemen PT BAP memberikan uang sebesar Rp 240 juta kepada anggota Komisi B DPRD Kalteng. Anak perusahaan Sinar Mas itu diduga meminta anggota Komisi B menyampaikan perihal HGU dan membatalkan rapat dengar pendapat (RDP) terkait dugaan pencemaran lingkungan.
KPK sebelumnya menetapkan tujuh dari kasus tersebut. Empat tersangka sebagai penerima suap dari DPRD Kalteng, yakni Borak Milton (Ketua Komisi B DPRD), Punding LH Bangkan (Sekretaris Komisi B DPRD), Arisavanah (anggota), dan Edy Rosada (anggota).
Tiga orang tersangka dari pihak swasta sebagai pemberi suap, yakni Direktur PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) atau Wakil Dirut PT Sinar Agro Resources and Technology (PT SMART), Edy Saputra Suradja. Lalu, CEO PT BAP wilayah Kalimantan Tengah Bagian Utara Willy Agung Adipradhana dan Manajer Legal PT BAP, Teguh Dudy Syamsury Zaldy.
Terkait penyelidikan pidana korporasi, KPK belum memberikan statemen yang jelas. Saat ini penyidik fokus pada kasus dugaan suap orang per orang. Oleh karena itu, pada pemeriksaan lanjutan, tiga saksi dari perusahaan dipanggil untuk dimintai keterangan perihal alur persetujuan penggunaan uang Rp 240 juta untuk sejumlah anggota Komisi B.
Mereka adalah Andre Kurniawan, Petrus Simon, dan Tjio Mei Ping. Ketiganya merupakan karyawan dari PT SMART. Namun, dalam pemanggilan itu hanya dua saksi yang datang. Satu saksi, Tjio Mei Ping, mangkir dengan alasan sakit. Mereka dipanggil Rabu (31/10) lalu. (sla/ign)