SAMPIT--Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), berupaya menyelaraskan antara kebudayaan dengan keyakinan mayoritas masyarakat di suatu daerah di Kotim. Salah satu tujuannya agar pelaksanaan ritual budaya, tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.
Seperti halnya pelaksanaan ritual budaya Simah Laut, yang selalu digelar di kawasan Pantai Ujung Pandaran Kecamatan Teluk Sampit. Ritual melarung sajian ke laut dianggap bertentangan dengan ajaran Agama Islam, yang juga mayoritas masyarakat di pesisir Kotim tersebut.
Terkait hal ini, Wakil Bupati Kotim M Taufiq Mukri menjelaskan, adanya perbedaan persepsi dan penafsiran ritual dalam Simah Laut, tidak menjadi penghalang bagi agenda wisata tahunan tersebut. Sehingga , dengan adanya koordinasi dan rapat bersama seluruh tokoh agama serta tokoh adat, maka disepakati pelaksanaan ritual Simah Laut tahun ini, dikembalikan seperti adat semula masyarakat Ujung Pandaran. Yakni dengan menggelar syukuran, doa bersama, dan makan bersama.
"Hal ini sebagai rasa syukur atas berlimpahnya hasil laut, yang menjadi sumber kehidupan masyarakat pesisir pantai. Serta memanjatkan doa tolak bala, agar terhindar dari musibah dan hal yang tidak diinginkan selama beraktivitas di laut,"paparnya, Sabtu (1/12).
Disampaikan pula, agenda tahunan ini diharapkan dapat dikemas lebih baik lagi, sehingga setiap tahun pelaksanaanya dapat menarik minat wisatawan lokal yang ingin datang berkunjung dan menyaksikan agenda wisata tersebut. Diharapkannya, pontesi wisata yang terus digali dan dikemas ini dapat meningkat Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kotim Fajrurrahman menjelaskan, pihaknya pada dasarnya di dinas teknis hanya memfasilitasi untuk pelaksanaan ritual budaya, yang selama ini dianggap menjadi adat istiadat masyarakat di suatu daerah. Sehingga pihaknya selalu sepemahaman dengan masyarakat setempat jika ingin proses pengemasan ritual sesuai aturan mereka.Ditegaskannya, seperti untuk teknis pelaksanaan ritual Simah Laut, selama ini memang seluruhnya diserahkan kepada pihak panitia di desa dan kecamatan.
"Misalkan seperti ritual Tiwah, hal tersebut merupakan ritual keagamaan, yang dijadikan agenda wisata. Jadi seluruh teknis pelaksanaannya diserahkan kepada panitia di tingkat desa, dalam hal ini warga yang merupakan tokoh adat dan tokoh agama Hindu Kaharingan. Agar tidak terjadi kesalahan, samahalnya dengan ritual simah laut ini," terangnya.
Seperti untuk Simah Laut, menurut Fajrur Terbukti berkat adanya koordinasi kegiatan bersama masyarakat, maka seluruh rangkaian berjalan dengan lancar.
"Masyarakat yang hadir cukup banyak, dan saya berharap tahun depan kami dapat mengemas kegiatan ini jauh lebih semarak lagi dan sesuai dengan keinginan masyarakat, sehingga dapat diandalkan untuk menjadi salah satu agenda wisata yang dapat menarik wisatawan berkunjung," pungkasnya. (dc/gus)