MUARA TEWEH – Permasalahan sengketa lahan antara salah satu Perusahaan Besar Swasta (PBS) perkebunan, dengan masyarakat Kecamatan Gunung Timang, masih menjadi bahan pembicaraan sampai dengan saat ini.
Seperti diutarakan anggota DPRD Batara, H Asran MM yang menilai, persoalan tersebut sampai berlarut-larut atau 15 tahun belum juga kunjung terselesaikan. Menurutnya hal itu karena antara masyarakat dan perusahaan tidak bersinergi.
”Harusnya antara perusahaan dan masyarakat bersinergi, masyarakat tidak mungkin sembarangan menggugat perusahaan, kalau tidak ada masalah. Jadi pasti memang ada permasalahan antara perusahaan dan masyarakat,” ujarnya.
Asran melanjutkan, pihaknya tidak dapat menyalahkan masyarakat sebab mereka punya hak terutama wilayah. Konsesi dari perkebunan kelapa sawit itu, mungkin banyak terkena tanah masyarakat, atau perusahaan tidak menggunakan tenaga kerja yang ada di situ atau ring 1 dan 2.
“Kalau seperti ini wajar saja jika ada protes dari masyarakat,” cetusnya.
Dikatakan Asran pula, dalam persoalan ini pemerintah punya aturan, baik Perda dan Perbup yang mengatur terkait masalah ganti rugi lahan. Namun menurutnya, yang sering terjadi adalah kesesuaian antara perusahaan dan masyarakat pemilik lahan yang belum ketemu.
“Pengalaman saya waktu di Dinas Pertambangan dulu, sudah ditentukan pelepasan kawasan dengan nilai dana sekian per hektarnya. Namun di lapangan masyarakat protes, sebab di lahannya terdapat kebun karet, rotan dan lainnya. Sehingga dari warga menaikan harga jual lahannya, namun perusahaan tetap bertahan dengan aturan atau harga yang berdasarkan aturan,” paparnya.
Jadi kuncinya menurut Asran, dalam hal ini adalah di pemetaan, sebab kadang-kadang pemetaan itu tidak tahu rumah penduduk atau kebun masyarakat. “Dalam pemetaan ini menggunakan alat berupa teodolit, jadi tembak lurus tidak tahu didalamnya ada kebun-kebun masyarakat. Dan ini nyata, sehingga banyak kasus terkait lahan yang di bawa ke DPRD, antara masyarakat dan perusahaan,” pungkasnya. (viv/gus)