Semerbak harum aroma kopi menyeruak dari dapur kecil tempat pembakaran kopi, di Jalan Basir Jahan, Kereng Bangkirai, Palangka Raya. Bagi penikmat kopi aroma ini sungguh-sungguh menggoda, menjanjikan citarasa nikmatnya kopi kental manis pahit, dan sedikit cita rasa gurih bila suka ditambah krimer atau pun susu.
SEVENTIN, Palangka Raya
Tak banyak yang tahu, imajinasi nikmatnya secangkir kopi ini hadir dari butiran-butiran kopi asli Kalteng, yang diracik tangan milik Dedi Setiadi alias Dedi Bong.
Kopi asli Kalteng ini berawal dari rasa keterusikannya melihat tanaman kopi seolah-olah tumbuh liar karena tidak dirawat di Desa Tumbang Jutuh Daerah Sungei Kamangkus, akibat tidak ada harganya. Padahal ia berkeyakinan jika diolah, pasti punya nilai tambah. Tekad inilah yang mendasari pemuda kelahiranTumbang Jutuh, 19 Juni 1988 ini mencari cara agar kopi-kopi tersebut memiliki nilai jual.
“Ini semua diawali oleh keinginan yang terpendam dan passion yang ada dalam jiwaku, untuk mewujudkan impian tersebut. Hal yang paling utama yang ku lakukan adalah membaca lingkungan sekitar dan belajar memahami dan mendorongnya agar mampu menjadi peluang dengan memperkenalkan kopi Kalteng kepada para penikmat kopi,” cerita Dedi.
Anak ketiga dari tiga saudara ini pun mendirikan usaha kecil produksi kopi kalimantan dengan merk dagang "COKA" atau Coffee Kalimantan. Berbentuk badan hukum yaitu usaha dagang "KALTFOOD".
Ia menyebut, keunggulan kopi ini adalah tumbuh di Kalteng yang memiliki tekstur tanah dan batuan yang padat dan iklim tropis. Kondisi ini secara umum membuat berbagai tumbuhan hutan herbal tumbuh subur secara alamiah. Termasuk kopi yang dihasilkannya.
“Kopi Kalteng rasa dan kualitasnya dipengaruhi iklim tanah, tambahan lagi kopi ini tumbuh tanpa dipupuk, kandungan asam pada biji kopi cukup rendah, aromanya berasa seperti aroma nangka dan ramuan herbal hutan dan bodi kopi berasa full body (rasa kopi sepenuhnya tanpa campuran) ketika dimulut,” terangnya.
Dijelaskan pria lulusan D IV Tehnik dan Manajemen Industri Sekolah Tinggi Manajemen Industri (STMI) Jakarta ini, kopi miliknya adalah 100 persen kopi arabika Kalimantan.
“Saat ini masih memproduksi kopi hitam saja, namun, rencananya nanti juga juga akan memproduksi kopi yang diracik dengan herbal ala ramuan Dayak, sehingga bukan cuma nikmat dan harumnya aroma kopi, namun bermanfaat bagi kesehatan. Oh ya selain kopi hitam, sementara ini ada juga Coka soya,” jelasnya seraya memasak dan mengemas sendiri kopi yang sudah diolah, dengan dibantu beberapa pengerja.
Dedi juga menyebut, kopi olahannya kini mulai diterima pasar. Terutama sejumlah kafe-kafe kopi yang jadi langganannya. Untuk memenuhi kebutuhan pasar, ucap pria berkulit putih ini, ia juga membeli kopi dari wilayah Pulang Pisau, selain dari Sungei Kamungkus yang dikelola kerabatnya sendiri untuk menjaga kualitas.
Dikatakannya, dalam sebulan rata-rata ia memproduksi 2 kuintal kopi dan 1 kuintal kedelai.
“Pasaran Coka masih kecil, hanya sekitar Palangka Raya, Samarinda dan Balikpapan,” tutupnya seraya menyebut ia pun memasarkan kopi miliknya melalui media sosial seraya berharap banyak anak muda bangkit dan bergerak membangun lapangan kerja sendiri. (*)