SAMPIT – Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur mencatat sebanyak 602 anak tidak bersekolah. Angka ini diperoleh berdasarkan data tahun 2018 lalu.
”Kami telah melakukan pendataan anak yang tidak sekolah melalui top level domain (TLD). Yang terdata selama tahun 2018 sebanyak 602 anak usia mulai dari 7-18 tahun,” kata Suparmadi, Kepala Dinas Pendidikan Kotim, Kamis (18/4).
Untuk mengatasi persoalan banyaknya anak yang tidak bersekolah, pemerintah berupaya melakukan penanganan melalui program paket pendidikan kesetaraan yang tersedia di setiap kecamatan melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat dan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) yang diselenggarakan oleh pemerintah.
”Kami juga berharap mereka yang tercatat tidak bersekolah atau putus sekolah agar bisa tetap melanjutkan pendidikan nonformal, baik program paket A, B, dan C. Program ini penting bagi mereka yang ingin mencari pekerjaan sehingga mereka tetap bisa memperoleh ijazah sebagai syarat untuk meraih pekerjaan,” katanya.
Suparmadi meminta anak yang putus sekolah atau tidak bersekolah dapat melaporkannya ke Disdik Kotim. Pendidikan sangat penting dan menjadi tolak ukur suksesnya sebuah negara.
”Bagi yang ingin mengurus program paket bisa mengurus ke disdik untuk informasi lebih lanjutnya dan jangan khawatir karena program ini gratis karena sudah dibiayai melalui bantuan operasional pendidikan (BOP) yang bersumber dari dana APBN,” tandasnya.
Direktur Jenderal Bidang Kerjasama Pendidikan Kependudukan BKKBN RI Ahmad Taufiq mengatakan, dari 90 juta anak Indonesia, hanya 46 juta yang dapat mengenyam pendidikan. Sementara 44 juta anak tidak bersekolah atau putus sekolah.
”Keluarga memiliki peran dalam hal ini, sebab pendidikan bermula dari rumah, untuk itu harus ada upaya keluarga untuk memperhatikannya," jelas Ahmad saat hadir pada kegiatan Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) di Sampit.
Banyak faktor yang menyebabkan anak putus sekolah, salah satunya tidak kepedulian keluarga terhadap pentingnya pendidikan. Terlebih masih adanya upaya eksploitasi anak untuk bekerja, padahal anak masih dalam masa belajar dan bermain.
"Fenomena eksploitasi anak saya yakini di Kalteng juga terjadi, untuk itu kepedulian pemerintah harus mampu memperhatikan hal ini," pungkasnya. (hgn/yit)