Saya sempat ragu, apa putri saya bakal mengerti jalan ceritanya. Maklum, masih belum bisa membaca. Saya juga ragu apakah bisa bertahan di bangku sampai akhir. Jangan-jangan nanti bakal bolak-balik toilet. Apalagi kemungkinan film ini bakal seperti drama musikal. Bakal seperti bollywood. Sedikit-sedikit nyanyi. Sedikit-sedikit nyanyi.
Ternyata saya salah. Dia justru tampak enjoy. Apalagi saat Olaf, tokoh boneka salju berhidung wortel itu bicara. Jenakanya selalu mengundang tawa. Bahkan anak saya yang tak membaca teks terjemahan. Demikian dengan anak perempuan lainnya. Pun dengan anak lelaki yang datang malam itu.
Saya juga salah. Ternyata tak sekejam bollywood. Lagu-lagu yang ada di film ini memaksa saya untuk betah. Hingga akhir menikmati dan kagum. Meski sampai akhir saya dalam hati bertanya kemanakah lagu Let It Go itu. Belakangan diberitahu anak bahwa lagu itu hanya ada di Frozen pertama hehe. #frozenIterlewat.
Lebih mengesankan lagi, saat Kristoff bernyanyi. Lagu Lost in The Woods. Di sini saya sempat terkagum. Disney begitu paham target penontonnya. Lagu patah hati dibawakan dengan cara pria. Bahasa saya : galau dengan cara jantan. Khas lagu-lagu yang didengar era generasi 1990-an. Tampaknya Disney sudah paham bakal banyak ayah-ayah yang terseret di film ini. Termasuk saya.
Lagu Into the Unknown, menjadi klimaks. Sekaligus menjawab suara misterius yang memanggil Elsa untuk petualangan besarnya. “Aaa.. aa..” begitu suara misterius itu. Tadinya saya sempat anggap seperti tembang lengsir wangi dalam serial Kuntilanak hehe. Ternyata itulah kuncinya. Memang Into the Unknown belum se-fenomenal Let it Go, tapi sepertinya sudah menuju ke situ. Buktinya “Aaa..aa” itu masih ditirukan anak-anak saat keluar bioskop.
Di film ini, Elsa sudah menjadi ratu. Ratu di Arandelle. Dia hidup bahagia bersama adiknya Anna. Ada juga orang di sekeliling yang membuatnya bahagia Kristoff, Olaf dan Sven.