SAMPIT – Kasus dugaan pengrusakan lahan di Desa Bukit Raya Kecamatan Cempaga Hulu yang dilaporkan Kelompok Tani Simpei Pambelum kepada Polda Kalteng terus bergulir. Pemkab Kotawaringin Timur akan segera turun ke lapangan untuk mengecek perizinan aktivitas pembukaan lahan secara besar-besaran tersebut.
”Nanti kami cek dulu, kami perlu cek lokasinya dimana. Apa ada atau tidak di situ kebun pribadi,”kata Kepala Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kotim Johny Tangkere.
Johny mengatakan, tidak hanya korporasi yang wajib mengantongi izin dalam membuka perkebunan. Perorangan yang membuka perkebunan juga wajib mengurus perizinan.
Sejauh ini, kata Johny, DPMPTSP belum mengetahui objek yang belakangan ini ramai disengketakan warga setempat. Perizinan usaha perkebunan mengacu Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Pertanian No: 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Permentan ini mengatur bahwa perkebunan dengan luas 25 (dua puluh lima) hektare atau lebih wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (Pasal 8).
Sementara itu, Kepala Bagian Ekonomi dan Sumberdaya Alam Sekretariat Daerah Kotim Wim RK Benung menegaskan areal yang disengketakan berbatasan antara Kecamatan Cempaga Hulu dan Parenggean. Sejaun ini Pemkab Kotim tidak pernah menerbitkan izin usaha perkebunan besar swasta (PBS) di lokasi tersebut. Dia menduga pembukaan lahan ini merupakan kebun pribadi, bukan korporasi. Jikapun kebun pribadi, tidak serta merta bisa menggarap karena harus mengantongi izin dari DPMPTSP Kotim, termasuk Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD).
Dari aktivitas di lapangan diduga kuat penggarapan lahan yang sebagian masih hutan itu tidak hanya dilakukan perorangan, namun ada pemodal besar. Hal ini terlihat dari alat berat yang dikerahkan untuk melakukan land clearing atau pembukaan lahan hingga ribuan hektare. Wim mengaku siap memberikan keterangan jika kasus ini masuk ranah pidana di Polda Kalteng.
“Ya siap saja kami berikan keterangan untuk persoalan itu sebagaimana yang kami ketahui,” kata Wim.
Kecurigaan pembukaan lahan besar-besaran ini juga pernah disinggung anggota Komisi I DPRD Kotim Rimbun. Dia melihat fenomena yang terjadi saat ini banyak muncul kebun pribadi. Parahnya pemilik kebun pribadi itu adalah orang luar daerah yang tidak pernah menginjakkan kakinya di lahan yang digarap. Hal itu disinyalir hanya modus untuk membuka lahan kebun dengan mengakali birokrasi perizinan.
”Perlu ditelusuri juga oleh tim pemerintah kenapa sekarang banyak kebun-kebun pribadi,. Terkhusus yang luasanya maksimal 25 hektare itu. Ini jangan sampai jadi modus baru untuk membuka perkebunan merusak hutan kita sendiri,” tegas Rimbun.
LIRA Sebut Ada Kerugian Negara.
Sementara itu, Bupati Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Kotawaringin Timur Arsusanto menyoroti konflik antara perkebunan dan kelompok tani di Cempaga Hulu. Masalah ini perlu dibongkar secara menyeluruh oleh aparat penegak hukum. Pihaknya menduga di balik pembukaan lahan besar-besaran ini ada potensi merugikan keuangan Negara serta melibatkan pejabat-pejabat setempat.
“Jika dilihat dari kacamata kerugian Negara itu sangat mungkin terjadi. Apakah mereka punya izin membuka lahan itu,” kata dia.
Dia juga menduga ada kemungkinan dua surat kepemilikan lahan, mengingat lokasi sengketa di perbatasan Parenggean dan Cempaga Hulu.
“Jika ternyata lokasi itu masuk Cempaga Hulu dan yang menerbitkan surat adalah Kecamatan Parenggean dengan nama pemilik lain, maka bisa masuk pidana. Pihak yang menerbitkan surat tanah untuk pihak lain itu hanya dari atas meja dan ini masuk tindak pidana korupsi untuk pihak pejabat yang menerbitkan surat tanah itu,” kata Arsusanto.
Dia berharap Kejaksaan Negeri Kotim dan Polres Kotim menyelidik pembukaan lahan itu. Jika memang ilegal maka bisa dijerat dengan pidana kehutanan hingga tindak pidana korupsi bila melibatkan penyelenggara Negara. (ang/yit)
.