SAMPIT – Setelah mendapatkan protes keras warga di lokasi, Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) akhirnya menghentikan sementara pembangunan rumah pribadi di Jalan Suprapto Selatan RT 34 RW 7, Kelurahan Mentawa Baru Hilir, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang.
Kepala Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kotim Johny Tangkere langsung turun ke lokasi untuk melihat kondisi lapangan. ”Saya minta keluarkan crane-nya dan penghentian pekerjaan. Kelanjutannya akan dilakukan rapat dulu,” kata Johny Tangkere, Senin (10/8).
Johny mengaku melihat langsung dampak dari aktivitas pemancangan paku bumi di lokasi. Dia memahami kerusakan bangunan warga akibat getaran alat berat yang digunakan. Johny menegaskan, pihak yang membangun harus bertanggung jawab terhadap kerusakan tersebut. ”Terkait keretakan rumah warga, saya minta diperbaiki seperti semula,” kata dia.
Untuk perbaikan, Johny melanjutkan, pihaknya akan melibatkan tim teknis dari Dinas PUPR Kotim. ”Namun, tetap melibatkan Dinas PUPR selaku penilai teknis kerusakan yang diakibatkan,” kata dia.
Di lokasi itu rencananya akan dibangun rumah pribadi milik Ferryadi Cioko. Namun, konstruksi menggunakan paku bumi karena lokasi tanah yang tidak stabil. Dalam proses pembangunannya justru menyebabkan kerusakan rumah warga di sekitar lokasi lantaran jarak bangunan dan perumahan warga yang tidak berjauhan.
Terpisah, Bupati Kotim Supian Hadi mengatakan, telah meminta instansi (DPMPTSP) Kotim agar mengecek status izin mendirikan bangunan (IMB) dan meminta pemilik bangunan menghentikan penggunaan alat berat.
”Saya sudah melihat sendiri alatnya. Tak boleh pakai crane, apalagi informasinya hanya untuk pembangunan satu lantai. Jadi, saya mengingatkan DPMPTSP dicek dokumen IMB-nya,” tegas Supian.
Supian mengatakan, apabila pemilik bangunan tak mengeluarkan alat berat crane dari lokasi pembangunan, dia tak segan mencabut izin dan menghentikan prosesnya.
”Ini demi kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat). Saya tak mau mendengar ada keributan. Intinya, silakan membangun, tetapi jangan pakai alat berat paku bumi. Kasihan rumah warga retak. Kau sampai tetap pakai alat itu, saya cabut izin dan hentikan pembangunannya,” tegasnya.
Sebelumnya, pada 13 Juli 2020, tiga warga, Jazuli (58), Salahiddin (43), dan Mursyid (72) telah mengajukan surat pernyataan keberatan atas pembangunan menggunakan alat paku bumi yang dilakukan Ferryadi. Surat pernyataan tersebut telah ditandatangani di atas materai Rp 6.000 dan diserahkan ke Ketua RT 34 RW 7.
Dalam surat pernyataan tersebut, Salahiddin (43) mengatakan, dirinya tak melarang adanya pembangunan rumah di lingkungan rumahnya asalkan pembangunan menggunakan material kayu galam dengan alat penumbuk manual, bukan alat crane.
”Saya tidak bersedia pemilik bangunan menggunakan alat paku bumi, karena kegiatan pembangunan sangat berdampak terhadap keamanan dan keselamatan tetangga sekitar,” ujarnya.
Menindaklanjuti adanya keberatan tiga orang warga, Ketua RT 34 RW 7 Muslim kemudian menyurati Lurah Mentawa Baru Hilir pada 15 Juli 2020 perihal keberatan tetangga sekitar atas pembangunan rumah menggunakan alat berat yang telah menimbulkan keretakan pada dinding rumah warga.
”Keluhan warga sudah saya sampaikan ke Lurah MB Hilir dan sekarang sudah ada 40 lebih warga yang menyatakan keberatan,” ujar Muslim, Senin (10/8).
Meski sebelumnya pemilik bangunan telah menulis surat pernyataan perjanjian agar tidak menggunakan dan mengeluarkan alat paku bumi dari lokasi pembangunan, namun alat paku bumi belum dipindahkan dari lokasi pembangunan dan pekerjaan beberapa kali masih dilanjutkan menggunakan alat paku bumi.
”Pemilik bangunan sudah menulis surat pernyataan pada 20 April 2020 dan setelah itu dilanjutkan dengan mediasi, ternyata surat pernyataan itu dilanggar dan alat berat itu masih ada di lokasi bangunan,” ujarnya.
Menyikapi hal tersebut, warga hilang kesabaran dan melaporkan melalui surat pernyataan keberatan yang mengatasnamakan warga RT 34 RW 7. Surat itu ditujukan kepada Bupati Kotim Supian Hadi pada Sabtu (8/8) lalu. Setelah itu, dua orang warga menghadap Bupati secara langsung Senin (10/8) pagi, dengan harapan agar persoalan keberatan warga dapat diselesaikan tanpa menimbulkan keributan. (ang/hgn/ign)