PALANGKA RAYA - Nasib 200 buruh pengungsi asal Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam penampungan di Jalan Badak Ujung, kini masih terkatung-katung tanpa kepastian jelas. Mereka tetap diminta untuk meninggalkan tempat itu sesegara mungkin. Mereka juga telah dianjurkan angkat kaki dari lokasi tersebut.
Namun demikian, seluruh buruh meminta waktu lima hari untuk berkemas, sembari berkomunikasi dengan pemerintah untuk memberikan penampungan sementara. Mereka pun telah sepakat mencabut kuasa kepada Karliansyah untuk memperjuangkan hak-hak buruh dan bersedia untuk dipulangkan ke daerah asal.
“Kami minta waktu lagi, saat ini masih dilakukan pembicaraan untuk mencari solusi dan tindakan terhadap nasib kami. Kemarin memang ada mau keuskupan (menampung, Red), tetapi ternyata hal itu belum terealisasi,” tutur salah satu pengungsi, Nehemia (58), Senin (25/4).
Pria asli NTT ini menerangkan, sejauh ini telah ada beberapa opsi untuk penampungan. Yakni di keuskupan di Jalan Tjilik Riwut atau di Dinas Sosial maupun Dinas ketenagakerjaan. Namun, hal tersebut masih harus dibicarakan bersama pemerintah setempat. “Siap dimana saja, kami hanya ingin pulang saja ke daerah,” tegasnya.
Sementara itu, Karliansyah saat dihubungi melalui via telepon membantah telah melakukan pengusiran terhadap ratusan buruh asal Nusa Tenggara Timur tersebut. Dirinya hanya meminta mereka pergi dari lokasi karena sudah tidak percaya kepada dirinya dan telah mencabut kuasa dalam memperjuangan hak mereka.
Katanya, ia meminta buruh meninggalkan penampungan karena dinilai sudah tidak memiliki kepentingan. “Bukan mengusir, tapi menyuruh mereka (buruh) untuk meninggalkan rumah saya. Mereka sudah tidak mempercayai saya, ngapain saya harus berjuang,” tuturnya.
Dirinya, terang pria berambut panjang ini, yakin sikap para buruh merupakan hasil dari provokasi keluarga Flobamora. (daq/vin/gus)