VIRUS Covid-19 ini sudah tidak asing lagi didengar oleh kalangan masyarakat Indonesia bahkan dunia. Sudah hampir setahun lamanya virus Covid-19 di Indonesia kini belum juga usai. Pandemi Covid-19 ini sangat memengaruhi seluruh sektor kehidupan, salah satunya yaitu sektor pendidikan.
Sektor pendidikan di Indonesia merupakan salah satu dari beberapa sektor kehidupan yang terkena dampak cukup signifikan. Sejak pertengahan Maret 2020, pemerintah mengonfirmasi bahwa Indonesia meningkatkan status bahaya pandemi. Sehingga perlu dilakukannya beberapa tindakan mulai dari 3M, social distancing hingga PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di beberapa daerah selama kurang lebih dua minggu lamanya. PSBB ini diharapkan mampu untuk mengurangi tingkat risiko penyebaran Covid-19, tetapi ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Covid-19 telah menyebar luas dengan sangat cepat.
Pembatasan sosial yang dilakukan oleh pemerintah selama kurang lebih dua minggu tersebut membuat seluruh kegiatan harus dilakukan dari rumah, tak terkecuali kegiatan di sektor pendidikan. Penutupan sekolah-sekolah ini tidak terjadi di Indonesia saja bahkan negara-negara didunia juga melakukan penutupan sekolah.
Dilansir dari detikmanado.com, kebijakan penutupan sekolah berdampak pada hampir 421,4 juta anak-anak dan remaja di dunia. UNESCO mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 mengancam 5.777.305.660 pelajar dari pendidikan pra-sekolah dasar hingga menengah atas dan 86.034.287 pelajar dari perguruan tinggi di seluruh dunia.
Untuk memastikan kegiatan pembelajaran tetap berjalan meskipun dari rumah, pemerintah menerapkan kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau daring (online). Namun, pembelajaran dengan sistem daring nampaknya banyak mengalami kendala, terutama bagi pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pendidikan sekolah dasar (SD). Karena di usianya yang cukup dini, mereka sangat memerlukan peran orang tua untuk membantu memahami dan mempelajari materi yang telah dijelaskan oleh gurunya. Sedangkan tidak semua orang tua siap dan mampu untuk selalu mendampingi anak-anaknya dalam kegiatan pembelajaran.
Selain itu, kendala lain yang dirasakan oleh para siswa/mahasiswa adalah jaringan internet yang tidak stabil, kuota internet yang terbatas dan minimnya peralatan elektronik seperti gadget maupun laptop yang tidak mendukung proses pembelajaran selama daring. Dan beberapa kendala yang mungkin dirasakan oleh tenaga pendidik yaitu mereka kurang memahami bagaimana cara mengoperasikan aplikasi-aplikasi pembelajaran online serta dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif lagi dalam menyampaikan materi pembelajaran. Dari banyaknya keluhan-keluhan tersebut, tak sedikit tenaga pendidik, siswa/mahasiswa bahkan para orang tua wali menginginkan sekolah-sekolah untuk dibuka kembali.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri (SKB) 4 Menteri tentang panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran 2020/2021. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makariem memperbolehkan sekolah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka pada Januari 2021. Dilansir dari channel youtube Kemendikbud RI (21/11/2019)
Dengan dikeluarkan SKB tersebut memberikan harapan baru kepada para tenaga pendidik, siswa/mahasiswa serta orang tua wali. Dalam rencana pembelajaran tatap muka pada Januari 2021, sekolah maupun kampus harus memenuhi beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu ada izin dari tiga pihak (pemda/kanwil/kantor kemenag, kepala sekolah dan perwakilan orangtua melalui komite sekolah), sekolah penuhi daftar periksa, menerapkan protokol baru dengan ketat dan dukungan dari semua orang.
Namun, hingga pergantian tahun pandemi belum juga menunjukkan adanya penurunan jumlah kasus yang terinfeksi Covid-19. Dilansir dari Kompas.com ada penambahan kasus baru sebanyak 11.278 dalam 24 jam terakhir, berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada Rabu (13/1/2021) pukul 12.00 WIB. Penambahan kasus tersebut telah menghambat rencana pembukaan pembelajaran tatap muka disekolah yang seharusnya dilaksanakan pada bulan Januari 2021.
Melihat dari jumlah penambah kasus yang terus meningkat setiap harinya, penundaan pembelajaran tatap muka disekolah pada Januari 2021 tidak menjadi masalah besar. Karena untuk bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka disekolah, ditengah pandemi seperti ini harus melalui kesiapan yang benar-benar matang.
Oleh karena itu, dengan penundaan tersebut yang mana kegiatan pendidikan belum bisa dilaksanakan secara offline, pemerintah diharapkan bisa memberikan bantuan kuota utama (umum) lebih diperbanyak kepada siswa/mahasiswa agar dapat mengakses referensi-referensi pembelajaran lebih luas lagi, dan pemerintah diharapkan dapat memberikan bantuan berupa uang tunai kepada siswa/mahasiswa yang kurang mampu.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan bantuan kepada para tenaga pendidik, guru maupun dosen untuk memberikan pelatihan-pelatihan khusus serta memberikan penghargaan kepada tenaga pendidik/dosen yang telah memberikan inovasi pembelajaran yang lebih kreatif di masa pandemi.(Selfia Windiastuti, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang)