PALANGKA RAYA – Tradisi buruk saat kelulusan siswa masih dipertahankan. Imbauan dari sejumlah kalangan agar siswa tak melakukan corat baju dan konvoi diabaikan. Sebagian besar siswa di Palangka Raya merayakan kelulusan dengan coret-coret baju, dilanjutkan konvoi.
Antisipasi pihak sekolah sebelum pengumuman disampaikan gagal. Mereka kecolongan karena siswa lebih pintar menghindari razia. Kepala SMAN 3 Palangka Raya Nambung mengatakan, pihaknya sudah melakukan razia sebelum siswa masuk ke lingkungan sekolah dan sebelum pengumuman. Namun, siswa pandai menyembunyikan alat untuk coret baju.
”Kami sudah melakukan razia kepada seluruh siswa-siswi, bahkan dalam jok motor sudah kami bongkar dan tidak menemukan cat cair atau sejenisnya. Kita sudah berusaha keras mengantisipasinya, tapi siswa-siswi menyimpan peralatan untuk corat-coret di luar lingkungan sekolah," tuturnya, Sabtu (7/5).
Seluruh siswa-siswi yang terdaftar di SMA 3 Palangka Raya lulus 100 persen. ”Jumlah yang terdaftrar 321 orang. Namun, yang mengikuti ujian hanya 316 orang dan semuanya lulus, sementara yang lima orang tersebut memang tidak mengikuti karena beberapa hal, seperti nikah dan mengundurkan diri," tuturnya.
Hal serupa juga terjadi di SMAN 4 Palangka Raya. Siswa-siswi yang lulus melakukan aksi corat coret baju. Bahkan kegiatan tersebut dilakukannya di lingkunagn sekolah dan disaksikan langsung oleh guru.
Salah seorang siswa SMAN 4 Palangka Raya, Anduk, mengatakan, kebiasaan tersebut sebenarnya bisa dihilangkan apabila pihak sekolah tegas dan pengawasan ketat. Selain itu, menjalin kerja sama dengan pihak kepolisian.
”Saya tidak ikut melakukannya, baju saya masih bagus dan bisa digunakan lagi. Saya merasa melakukan corat-coret baju itu tindakan yang bodoh, karena tidak ada manfaatnya. Lebih baik baju disumbangkan kepada yang membutuhkan," ucapnya.
Sementara itu, salah seorang siswi yang tidak ingin menyebutkan namanya mengaku, melakukan aksi corat-coret baju bersama teman-temannya sebagai ungkapan kegembiraan atas kelulusan. Selain itu, coretan yang ada di baju juga sebagai kenang-kenangan, karena hanya sekali melalui masa SMA.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalteng Damber Liwan mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan kelulusan. Pasalnya, yang menentukan kelulusan adalah pihak sekolah.
”Kita masih menunggu informasi data akurat dari kabupaten/kota se-Kalteng. Perlu diingat, yang menentukan kelulusan bukan lagi pemerintah, tetapi masing-masing sekolah," katanya. (arj/ign)