MUARA TEWEH – Rapat terkait penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Sektoral Kabupaten Bario Utara (Batara) untuk tahun 2017, yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertras) masih belum menemui titik temu (deadlock).
Pihak Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang diketuai oleh OB Sibrani tetap meminta UMK Kabupaten Batara naik menjadi Rp 2,7 juta, sedangkan dari pihak Apindo yang dalam hal ini diwakili oleh Kariyanto dan dari beberapa pengusaha seperti sektor perkebunan, kayu dan pertambangan hanya berani menaikkan sebesar 10 persen.
Kepala Dissosnakertrans H Yaser Arafat melalui kepala Bidang Tenaga Kerja, SD Aritonang mengatakan, dalam rapat tersebut pihak dari SPSI yang mewakili pekerja, meminta agar UMK Kabupaten ini ditingkatkan dari sebelumnya yakni dari sebesar Rp 2,1 juta menjadi Rp 2,7 juta atau kurang lebih sebesar 20 persen.
“Hal tersebut diutarakan Ketua SPSI, menerapkan hasil survei dari petugas tenaga kerja, bahwa biaya kebutuhan hidup layak bagi seorang lajang adalah sebesar Rp 2,7 juta,” katanya.
Sedangkan pihak Apindo yang diwakili oleh Surya dan beberapa perwakilan pengusaha dari berbagai sektor yakni Perkebunan, kehutanan dan pertambangan, kelihatannya masih keberatan dengan usulan tersebut dan masih hanya berani menaikkan hanya 10 persen atau menjadi Rp 2,4 juta lebih, dengan beralasan ada PP 78 tahun 2015, tentang pengupahan bahwa untuk menerapkan upah kerja lembur (UKL) itu paling tidak sampai tahun 2019.
“Rapat penetapan UMK ini sudah dua kali kita laksanakan yakni pada tanggal 18 oktober dan tanggal 31 Oktober kemarin, karena masih tidak ada kesepakatan, maka kami dari Dinsosnakertrans akan menjadwalkan ulang pertemuan tersebut pada senin atau tanggal 7 November 2016 mendatang,” kata Aritonang.
Apabila tetap tidak ada kesepakatan, masih bisa pihaknya berikan waktu satu minggu yakni sampai tanggal 14 November, namun jika dalam hal ini tetap tidak ada kesepakatan juga, maka terpaksa akan membuat surat melalui Bapak Bupati, bahwa Pemkab Batara akan mengusulkan diberlakukan upah minimum Provinsi (UMP).
Tapi dalam hal ini juga ada kendala, sebab UMP yang sudah dikeluarkan lebih kecil dari UMK sektor Kabupaten Batara yakni UMP sebesar Rp 2, 2 juta lebih, sedangkan UMK sektor Kabupaten Batara sudah bervariasi, salah satunya yakni untuk sektor Gas sudah sebesar Rp 2,5 juta. Sedangkan persyaratannya harus lebih tinggi paling tidak 5 persen dari UMP yang sudah dikeluarkan oleh provinsi.
“Nah ini bagaimana kami memberlakukan, dan berdasarkan hasil koordinasi dengan provinsi, bahwa UMP yang dikeluarkan oleh provinsi masih ditinjau ulang oleh Kementerian (belum resmi diberlakukan) karena terlalu rendah. (viv/vin)