Mendaki Bukit Tantan Samatuan dan mengunjungi Situs Dambung Mangkurab, ekspedisi ke Hulu Sungai Kahayan kembali dilanjutkan. Senin (7/11), peserta melakukan persiapan untuk susur Sungai Kahayan menuju Kaleka (bekas perkampungan) dan Situs Tumbang Dangoi serta Kaleka Tajahan Bandar.
============================
ARHAM SAID, Kuala Kurun
Sebanyak 16 kelotok (perahu mesin, Red) dipersiapkan panitia untuk mengangkut seluruh peserta mengikuti susur sungai menuju Kaleka dan Situs Tumbang Dangoi, serta Kaleka Tajahan Bandar. Satu kelotok berisi lima orang, terdiri dari tiga orang peserta, satu motoris dan satu pemandu.
Masing-masing peserta diwajibkan menggunakan pelampung untuk keselamatan. Pasalnya, selama susur sungai nanti, akan ada riam yang lumayan deras dan sangat menantang harus dilalui. Untuk itu, disarankan kepada yang tidak bisa berenang, disarankan agar tidak mengikuti susur sungai ini.
Pukul 08.15 WIB, susur sungai dimulai. Pepohonan lebat di sisi kiri dan kanan menjadi pemandangan sepanjang sungai. Perahu kelotok juga harus berjibaku melalui riam Sungai Kahayan yang dikenal ganas. Sesekali perahu yang ditumpangi peserta harus berhenti di pinggir sungai, karena roda kelotok terlepas diempas batu besar tak terlihat, yang berada di dasar sungai.
Setelah 45 menit berlalu, pukul 09.00 WIB, peserta sampai di lokasi pertama, yakni di Kaleka Tajahan Bandar. Menurut cerita, dahulu selama bertahun-tahun, tempat yang merupakan bekas perkampungan itu, digunakan sebagai lokasi untuk berjualan di daerah Hulu Sungai Kahayan.
”Dulu tempat ini merupakan bekas perkampungan yang digunakan untuk berjualan di daerah Hulu Sungai Kahayan,” kata tokoh masyarakat setempat, Tiong (83), saat dibincangi Radar Sampit, Senin (7/11) lalu.
Usai mengunjungi Kaleka Tajahan Bandar, pukul 09.30 WIB, perjalanan kembali dilanjutkan menuju Kaleka Tumbang Dangoi. Jaraknya cukup dekat, hanya sekitar 15 menit menggunakan kelotok. Perjalanan dilanjutkan berjalan kaki sekitar 300 meter.
Di areal Kaleka Tumbang Dangoi, peserta dilarang mengeluarkan kata-kata kasar. Selama berjalan kaki, ditemukan beberapa tiang kayu sisa rumah orang tinggal dulu. Selain itu, juga ditemukan bekas tiang sandung yang terbuat dari kayu ulin setinggi 4,07 meter, diameter 40 cm. Di sebelahnya juga ada tiang sapundu sepanjang 170 cm. Hal itu dimanfaatkan peserta untuk berfoto.
”Kaleka Tumbang Dangoi ini dulu merupakan perkampungan, namun sekarang tersisa bekas-bekasnya saja. Orang yang dulu tinggal di sini pun telah menyebar dan pindah tempat. Ada yang pergi ke Kuala Pembuang, Sampit, Pangkalan Bun, bahkan ada yang ke Kalimantan Barat (Kalbar),” ujar Tiong.
Tidak jauh dari lokasi pertama sekitar 50 meter, terdapat sebuah bangunan berukuran 1x1 meter. Bangunan itu disebut Batu Patahu Atai Rambang. Konon, Batu Patahu pernah dikunjungi Jenderal Sudirman, Hasan Basri, Tjilik Riwut, Sabirin Mochtar, dan orang penting lainnya.
”Batu Patahu ini sering digunakan sebagai tempat bernazar, memohon kesembuhan dari suatu penyakit, serta memohon keberhasilan, dan perlindungan. Apabila keinginannya dikabulkan, yang bersangkutan harus membayar dengan memotong hewan di sekitar Batu Patahu tersebut,” tutur Tiong.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Gumas Yokdie mengatakan, Kaleka Tajahan Bandar dan Tumbang Dangoi merupakan tempat bermukim suku Dayak dulu di Hulu Kahayan. Terdapat peninggalan berupa situs dalam bentuk batu patahu. Menurut cerita, batu patahu itu merupakan saudara Dambung Mangkurab, tapi hanya lain tempat.
”Saya kira dari sisi pariwisata sangat representatif, karena wisata budaya mencakup Kaleka dan Situs Tumbang Dangoi serta Kaleka Tajahan Bandar. Selain itu, juga ada wisata sungai, yakni arum jeram yang menantang dengan jeram yang arusnya cukup kuat,” tutur Yokdie.
Pukul 12.00 WIB, para peserta kembali ke Pokso I di Dusun Sokon, Desa Tumbang Mahoroi, Kecamatan Damang Batu. Selanjutnya, peserta makan siang dan beristirahat untuk melanjutkan perjalanan ekspedisi ke Hulu Sungai Kahayan pada keesokan harinya, yakni susur sungai melewati Riam Hiran, Riam Bambu Riang, Riam Sambajad, dan sekitarnya. (***/bersambung)