SAMPIT- Sementara itu, peredaran miras di Kotim yang dinilai tak terkendali dan mulai merambah remaja, terutama pelajar, membuat orang tua resah. Bupati Kotim Supian Hadi didesak turun tangan dengan menutup semua toko dan warung pedagang miras.
”Ada di daerah Baamang, tempat jual beli miras. Sekilas dilihat dari luar memang tertutup dan jadi warung sembako, tapi kalau dilihat dan diteliti, itu jadi lokasi jualan miras bermacam jenis. Kalau masuk ke dalam, bisa dengan mudah mendapatkan mirasnya,” kata Rudianur, salah seorang warga Sampit.
Rudianur menuturkan, untuk menghindari penertiban, pedagang miras tidak memajang semua jenis miras di rak jualannya. Hanya golongan miras dengan kadar alkohol di bawah 5 persen yang dipajang, sedangkan golongan B dan C disembunyikan dan akan dijual ketika ada pelanggan yang menanyakan.
”Coba saja cek, setiap toko miras yang dipajang itu hanya sekelas bir, sedangkan yang lainnya harga Rp 500 ribu ke atas per botol disimpan dan dijual ketika ada orderan,” katanya.
Dia berharap keluhan itu bisa direspons aparat dan Pemkab Kotim. Rudianur menilai pemberantasan miras di Kotim dilakukan setengah hati. Instruksi dari Bupati Kotim hingga kini juga belum jelas terkait penertiban miras.
”Kami melihat memang setengah hati pemberantasannya. Apakah memang ada oknum yang bermain dalam bisnis miras ini? Sehingga wibawa dan ketegasan aturan itu tidak ada sama sekali,” katanya.
Warga lainnya, Tasman, mengatakan, miras menjadi salah satu penyebab tindak kriminal. Namun, hal tersebut ternyata belum membuat pemkab bergerak. ”Kasus pembunuhan dan penganiayaan selalu dikarenakan pengaruh miras, tetapi kenapa penyebanya ini yang tidak kita berantas sama-sama. Saya yakin tokoh agama, masyarakat, dan adat sepakat miras ini diberantas,” tegasnya.
Rudianur menambahkan, pemberantasan miras bukan berarti dilarang total, hanya melaksanakan aturan dalam jual belinya. ”Kalau menghilangkan cukup sulit, tetapi kita bisa kendalikan peredarannya tidak sebebas sekarang, cukup tempat hiburan yang jual dan minum di tempat. Jangan dijual seperti jual kacang goreng. Faktanya sekarang memang seperti ini,” tegasnya. (ang/ign)