PANGKALAN BUN – Patroli gabungan di Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) yang terdiri dari Polhut, OFI, dan TNI Angkatan Darat (AD), menemukan 25 titik tambang ilegal di kawasan itu sejak Desember 2016 lalu. Ratusan hektare di kawasan TNTP rusak parah akibat aktivitas ilegal tersebut. Para penambang bahkan mengancam dan membidik petugas dengan senjata laras panjang.
Anggota Polhut Seksi 1 Pembuang Hulu Balai TNTP Julpan Saragih mengatakan, saat pihaknya melakukan patroli ke TNTP, Rabu (1/2), sasaran yang saat itu dituju sektor Pembuang Hulu, Kabupaten Seruyan, di Pos 51, daerah Wana Sawit 1. Pada patroli hari pertama, menemukan bekas tambang yang sudah lama tidak beroperasi. Tim kemudian bermalam di daerah Kulat Bawah, bekas penambangan.
Keesokan harinya, lanjut Saragih, tim gabungan melanjutkan perjalanan patroli menyisir tambang di daerah Tempukong. Tim berpapasan dengan lima pekerja. Para pekerja tambang itu kemudian mengarahkan senapan ke salah satu anggota polhut. Ketika dikejar, mereka berhasil lolos.
"Saat itu kita berada di depan, TNI di belakang. Mereka sudah membidik dan hendak menembak kami. Karena tahu hendak ditembak, anggota TNI langsung melepaskan tembakan peringatan dan mereka kabur," ujar Saragih, Kamis (9/2).
Tim gabungan kemudian menemukan barang-barang yang dibawa pelaku, seperti pakaian, logistik, jerigen bensin, dan 17 mesin robin beserta selang. Semua barang temuan tersebut kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar.
"Kita lakukan penyisiran lagi, ketemu tempat tambang dan dua penambang. Satu sempat kabur, satunya tertangkap. Namun, hanya kita data saja kemudian dilimpahkan ke proses penyelidikan," ujarnya.
Kepala Seksi Wilayah I Pembuang Hulu BTNTP Saut Manalu mengatakan, pihaknya banyak mendapatkan laporan terkait aktivitas tambang emas liar di kawasan TNTP. Parahnya, selain merusak lingkungan, para penambang juga memburu satwa dilindungi, seperti kijang. Hal itu terbukti dengan ditemukannya kulit kijang dan daging yang sudah mulai membusuk.
"Belum sempat dihitung, karena tambang tersebut terpisah-pisah dan berjauhan. Saat ini yang kita temukan ada 25 titik dan diperkirakan ratusan hektare sudah rusak," kata Saut.
Menurut Saut, banyak modus pelaku melakukan penambangan untuk mengelabui petugas. Salah satunya dengan berpura-pura melakukan aktivitas penambangan di luar kawasan saat pihaknya melakukan patroli. Apabila sudah di luar kawasan TNTP, bukan lagi wewenang pihaknya.
"Saat kami patroli di sungai, mereka pindah ke sebelah kiri sisi sungai yang memang bukan wewenang kami. Ada juga yang bilang saat masuk mau pergi ke kebunnya yang memang akses hutan produksi berbatasan dengan TNTP," tandasnya. (jok/ign)