SAMPIT – Anak buah kapal (ABK) sejumlah tugboat penarik tongkat batu bara di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) khawatir berlayar melintasi sungai di Kecamatan Parenggean. Pasalnya, mereka takut tongkang ditahan warga seperti dilakukan warga Desa Kabua beberapa waktu lalu.
”Ya (khawatir), karena tongkang di sana (Kecamatan Parenggean) disandera warga gara-gara nabrak lanting,” kata Nober, ABK TB Bina Marine, Minggu (18/10). Sejumlah tugboat penarik tongkang batu bara saat ini masih dilarang memasuki atau meninggalkan Sungai Mentaya.
Kendati demikian, ABK berharap izin berlayar mereka segera dikeluarkan. Sebab, sudah empat hari ini mereka harus tambat dan belum bisa bekerja. Mengenai izin berlayar, ABK mengaku tidak tahu mekanismenya. Pihaknya hanya menunggu perintah untuk bisa menarik tongkang lagi dan membawanya keluar dari Sungai Mentaya.
Para ABK juga enggan dimintai keterangan lebih lanjut terkait sampai mana batu bara yang mereka tarik tersebut diantarkan. Namun, dengan adanya peristiwa penahanan tongkang oleh warga, ABK mengaku cukup was-was melewati perairan Kecamatan Parenggean. ”Sementara ini kami masih menunggu, sambil santai-santai di Sampit,” ujar ABK lainnya.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu tongkang pengangkut batu bara disandera warga. Penyanderaan tongkang tersebut terjadi di Desa Kabuau, Kecamatan Desa Parenggean. Hal itu dilakukan karena warga merasa kecewa tidak adanya penyelesaian ganti rugi tertabraknya lanting mereka.
Warga yang meminta ganti rugi sebesar Rp 30 juta. Namun, pihak perusahaan pemilik tongkang belum menuruti sampai sekarang. Informasinya, beberapa tongkang sudah ditahan pihak kepolisian.
Pantauan Radar Sampit, hampir sepekan ini, banyak tugboat yang tambat di Dermaga Habaring Hurung, Sampit. Tugboat itu bertugas menarik tongkang pengakut batu bara dari beberapa perusahaan pertambangan di Kotim. Selain tugboat, beberapa tongkang kosong juga banyak yang ditambatkan di perairan dekat bandara.
Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Sampit melalui Kepala Sub Bagian Tata Usahanya Sudiyantoro membenarkan penundaan pemberian izin berlayar bagi tugboat-tugboat tersebut.
”Ya, benar,” katanya. Akan tetapi, ketika ditanya mengapa sebelumnya ada tugboat penarik tongkang batu bara yang diizinkan berlayar, Sudiyantoro bungkam.
Dihubungi terpisah, Kepala KSOP Sampit Benny Noviandinudin mengatakan, pertambangan batu bara sejauh ini tidak ada masalah perizinan. Menurutnya, larangan ekspor bahan tambang mentah hanya diberlakukan bagi bauksit dan bijih besi.
”Kalau batu bara tidak pakai smelter. Sepengatahuan saya, yang harus diolah adalah bauksit, bijih besi, dan lainnya. Lebih jelas tanyakan ke pertambangan, kami cuma mengurus kapalnya,” kata Benny.
Dia menjelaskan, kapal tugboat dibolehkan berlayar apabila memenuhi beberapa persyaratan. Di antaranya; membayar royalti, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan apabila diekspor harus membayar Pemberitahuan Ekspor Barang ( PEB) ke bea cukai setempat.
”Kalau itu tadi sudah dipenuhi boleh belayar. Kalau masih belum mungkin kapal tersebut belum mengajukan untuk berlayar,” imbuh Benny.
Polemik operasional Perusahaan Tambang Baru Bara PT Wahyu Murti Garuda Kencana (WMGK) terus bergulir. Ketua DPRD Kotim , Jhon Krisli berjanji akan membawa persoalan ini ke lembaga melalui forum Rapat Dengar pendapat (RDP) dalam pekan ini.
“Dalam waktu dekat ini RDP akan kita laksanakan menyeusiakan dengan agenda dulu, saat ini kami masih mengumpulkan bahan dan perlu turun kelapangan untuk meniujau secara langsung kondisi lapangan sebenarnya bersama anggota, “kata Jhon Krisli (18/10) kemarin
Gelar RDP
Sementara itu, polemik operasional perusahaan tambang baru bara PT Wahyu Murti Garuda Kencana (WMGK) terus bergulir. Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli berjanji akan membawa persoalan ini ke lembaga melalui forum rapat dengar pendapat (RDP) dalam pekan ini.
”Dalam waktu dekat ini, RDP akan kita laksanakan menyesuaikan dengan agenda dulu. Saat ini kami masih mengumpulkan bahan dan perlu turun ke lapangan untuk meninjau secara langsung kondisi lapangan sebenarnya bersama anggota,” kata Jhon Krisli, kemarin (18/10).
Menurut Jhon, RDP nantinya tidak hanya membahas masalah izin terminal khusus (tersus) PT WMGK saja, tetapi soal terbitnya izin usaha tambang itu. Pihaknya menduga perizinan di sektor pertambangan masalah. Hal itu tidak hanya terjadi di WMGK, namun di beberapa tambang lainnya yang disinyalir tidak prosedural dalam penerbitan izin.
”Setahu saya, zaman pemerintahan ini ada tiga tambang baru yang dikeluarkan, salah satunya WMGK ini,” kata Jhon.
Lebih lanjut Jhon mengatakan, DPRD sebelumnya telah menyurati penegak hukum hingga ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta beberapa waktu lalu. Hal itu terkait proses perizinan yang dianggap menyalahi perundang-undangan.
Mengenai kepemilikian sertifikat clear and clean yang dimiliki WMGK, Jhon menilai hal itu sah saja, namun proses untuk mendapatkannya perlu dipertanyakan. Selain itu, yang menjadi pertanyaan DPRD, yakni IUP operasi produksi baru didapatkan tahun ini, sementara perusahaan melakukan kegiatan sejak 2014.
”Pada prinsipnya, kegiatan di lapangan itu dilarang keras jika belum ada IUP diberikan pemerintah. Kenapa bisa terjadi seperti ini?” kata Jhon.
Jhon meminta aparat penegak hukum tidak tutup mata dengan hal tersebut. Sebab, aparat memilkiki kewenangan yang cukup besar untuk mengusut tuntas perizinan yang dikeluarkan tanpa melaksanakan tahapan yang diwajibkan dalam aturan.
”Penegak hukum ini jangan lemah. Kalau tambang rakyat kecil ditangkap dan diproses , tapi kalau tambang skala besar tidak berani. Wajar kalau ada masyarakat yang mengatakan hukum itu tumpul ke atas, tajam ke bawah,” katanya. (oes/ang/ign)