PANGKALAN BUN – Di samping doa bersama dan juga salat Istisqa sebagai respons serangan asap, ada upaya ‘nyeleneh’ lainnya untuk membuat hujan. Misalnya, menyebarkan pesan berantai melalui Blackberry Messenger (BBM) dan media sosial lain agar masyarakat secara bersama-sama menyediakan baskom berisi campuran air dan garam.
”Sediakan baskom air yang dicampur garam dan letakkan di luar rumah, biarkan menguap terkena sinar panas. Waktu penguapan air yang baik adalah pukul 11.00-13.00. Dengan makin banyak uap air di udara, hal itu semakin mempercepat kondensasi menjadi butir air pada suhu yang makin dingin di udara,” seperti itulah petikan pesan berantai yang beredar Kamis (22/10) pagi.
”Dengan cara sederhana ini diharapkan hujan makin cepat turun, semakin banyak warga yang melakukan ini di masing-masing rumah, ratusan ribu rumah maka akan menciptakan jutaan kubik uap air di udara. Lakukan ini satu rumah cukup satu ember air garam, jam 11 siang serempak. Mari kita sama2 berusaha utk menghadapi kabut asap yang kian parah ini.”
Menyikapi ajakan pesan berantai tersebut, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Iskandar Pangkalan Bun Lukman Soleh mengatakan, pembuat pesan tersebut secara teknis belum mengetahui bagaimana proses pembentukan awan hujan.
”Logika sederhana, laut merupakan sumber air asin terbesar di Bumi. Namun di musim kemarau seperti ini ternyata belum mampu menjadi salah satu faktor utama pembentukan awan hujan,” ujarnya.
”Ada banyak syarat yang harus dipenuhi agar awan berpotensi hujan bisa terbentuk. Selain penguapan yang sangat besar, diperlukan juga pola angin tertentu sehingga uap air bisa terkondensasi di suatu wilayah dan menjadi hujan,” lanjutnya.
Tidak bisa hanya satu komponen, semua harus berkaitan sehingga bisa terjadi hujan. Ia mencontohkan seperti proses teknik modifikasi cuaca (TMC).
”Tidak sesederhana itu, yang TMC beberapa waktu lalu juga sempat tidak berhasil karena kondisi alam yang tidak mendukung,” katanya.(sla/yit)