SAMPIT – Pemenuhan kebutuhan sayur mayur di Kabupaten Kotawaringin Timur, masih sebagian dipasok dari luar daerah. Akibatnya komoditas ini dianggap salah satu faktor penyebab inflasi, karena harganya cenderung mudah naik.
Seperti diungkapkan oleh Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian, HM Tahir, bahwa Sampit ini termasuk kota dengan inflasi terbesar di Kalimantan, yaitu 5,32 persen. Salah satu pemicunya harga sayur mayur.
”Wortel dan kol itu kebanyakan bergantung dari luar pulau. Jadi kalau pun d isini juga di tanam, kadang jumlahnya tidak mencukupi. Kalau dari Jawa tidak mengirim produknya, kita nggak bisa apa-apa,” ucapnya, Senin (12/6).
Karena itu lah, demi mengendalikan harga sayur mayur tersebut pihaknya dari Disperdagin mengusulkan untuk menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) terhadap komoditas sayur-mayur. Selain untuk menghindari inflasi, juga sebagai antisipasi penimbunan oleh para pedagang nakal.
”Terkadang ada pedagang nakal yang memanfaatkan situasi. Harga dinaikkan dengan alasan, barangnya kurang. Padahal ada saja kemungkinan barangnya ada, tapi sengaja di timbun,” ujar Tahir.
Dilanjutkannya, untuk mengawal HET sayur mayur tersebut bisa dibentuk tim, yang juga melibatkan aparat keamanan seperti polisi hingga jaksa. Sebab menurutnya, inspeksi yang dilakukan oleh pihak Disperdagin selama ini tidak akan banyak pengaruh, jika tidak melibatkan tim gabungan.
Tahir mengharapkan, dengan membentuk tim inspeksi bersama aparat keamanan, mereka dapat melakukan tindakan seandainya memang benar terjadi penimbunan barang. Misalnya dengan langsung menjatuhi hukuman pidana bagi para pelaku, sebab penimbunan barang memang termasuk pelanggaran hukum.
”Kalau jaksa dan pihak kepolisian langsung yang datang ke gudang bersama seluruh tim, dan ternyata benar memang ada penimbunan, sudah, langsung di pidana saja,”tandasnya. (sei/gus)