SAMPIT— Berkurangnya kawasan hutan di Kotim membuat minimnya daerah resapan air. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir. Terlebih di kawasan utara yang merupakan daerah rawan banjir. Dengan menipisnya hutan, ditambah kondisi sungai yang semakin sempit, membuat banjir kerap merambah ke permukiman warga.
Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim Sutoyo, yang juga menyatakan bahwa saat ini di Kotim ada 10 kecamatan, 14 kelurahan, dan 65 desa yang jadi daerah rawan banjir. Sebagian besar daerah rawan itu berada di utara.
”Sedangkan untuk di dalam kota biasanya hanya banjir akibat curah hujan tinggi, ditambah air sungai pasang. Sehingga beberapa daerah dataran rendah di dalam kota terjadi banjir,” tambahnya.
Menurut Sutoyo, pihak kecamatan, terutama di utara Kotim sudah diminta mengkoordinasikan ke pihak pemerintah desa untuk melakukan pembersihan sungai, teruama dari sampah, ranting, pohon tumbang, dan benda lain yang bisa menyebabkan pendangkalan. Jika hal itu dibiarkan, menurutnya juga bisa menghambat aliran air dari sungai kecil menuju ke sungai besar.
”Biasanya, jika sungai yang sudah tidak dijadikan jalur transfortasi lagi karena ada jalur darat, pasti akan terjadi pendangkalan. Sampah dan pohon tumbang yang menjadi penghalang laju air pasti jarang dibersihkan, sehingga air masuk ke permukiman warga,” pungkasnya.
Diharapkan pihaknya, masyarakat juga dapat memperhatikan kondisi sungai-sungai kecil di sekitar tempat tinggalnya, agar pada saat musim penghujan air dapat dengan cepat mengalir ke suangai besar, dan tidak sempat menggenangi permukiman. (dc/gus)