SAMPIT - Anggota Komisi I DPRD Kotim, Syahbana merasa prihatin banyaknya permasalahan lahan. Bahkan parahnya terjadi tumpang tindih sertifikat.
Menurutnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotim mesti cermat dalam menerbitkan sertifikat. Tidak terkecuali para kepala desa dan lurah dalam memberikan rekomendasi dalam Surat Kepemilikan Tanah (SKT).
“Terkadang persoalan utama muncul ketika surat usulan dasar berupa SKT ini sudah tumpang tindih, maka dari situ muncul masalah hingga akhirnya BPN menerbitkan sertifikat di lahan yang sama,” kata Syahbana, Senin (29/8).
Menurutnya, konflik lahan itu bukan hanya memicu gesekan di masyarakat saja tetapi juga kadang membuat investor ragu berinvestasi di Kotim.
Tentunya investor memilih keamanan dan kenyamanan dalam berinvestasi. Maka dari itu kedepannya perlu ditata yakni seleksi terhadap pengajuan sertifikat adalah hal mutlak dilakukan BPN Kotim.
“Begitu juga para kepala desa dan lurah, sebelum menerbitkan SKT harus cek lapangan dan harus betul-betul akurat, “ imbaunya.
Dirinya juga mendesak agar pemerintah daerah menyeragamkan biaya pembuatan SKT di setiap desa. Belum ditentukannya biaya tersebut, maka sangat rawan terjadi pungutan liar (pungli).
Begitu juga para kepala desa akan merasa dihantui ketika ingin memungut biaya dari masyarakat. “Memang harus ada acuan tetap, apakah itu melalui Perbup atau sejenisnya yang mana akan mengatur semua biaya untuk pembuatan SKT di setiap desa,” tukasnya. (ang/fm)