SAMPIT - Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotawaringin Timur, Rudianur mengakui bahwa keberadaan Perkebunan Besar Swasta (PBS) di Kotim bak pisau bermata dua.
Di satu sisi ada positif dan juga negatif, namun dia cenderung melihat justru banyak membawa ke pengaruh negatif. Diantaranya konflik lahan berkepanjangan hingga kepada penggarapan areal di luar batas izin yang diberikan pemerintah daerah.
Penggarapan lahan di luar batas izin mengakibatkan ekosistem dan habitat flora dan fauna di Kotim berangsur hilang.
“Yang kita sesalkan adalah perkebunan yang nakal dan akhirnya sampai sekarang stigma negatif terbangun karena ulah PBS yang suka melanggar aturan itu, jadi kita berharap Pemkab Kotim harus tertibkan perkebunan nakal, agar PBS lainnya tidak kena imbasnya,” kata Rudianur, Selasa (19/9).
Dia juga mengingatkan kepada pemerintah daerah untuk mengawasi setiap perkebunan besar kelapa sawit yang mempekerjakan karyawan.
Harus diawasi ketat, sebab bisa jadi ada PBS yang tidak menggaji karyawan tidak sesuai dengan upah yang disepakati pemerintah daerah.
Jangan sampai perusahaan memberikan upah tidak sesuai dengan UMK, pada hal ini merupakan kesepatan bersama.
“Olehnya kami berharap kepada pemerintah agar menindaki perusahaan yang nakal, tidak memberikan upah yang layak kepada buruh,” harapnya.
Rudi juga menegaskan untuk hak karyawan sepeti cuti dan lain sebagainya jangan sampai diabaikan, kemudian perusahaan juga diharapkan tidak melaupakan kewajiban lain kepada karyawannya , misalnya pemberian THR, pemberikan jaminan sosial dan memperhatikan sekaligus menyediakan fasilitas K3.
“Tidak kalah penting lagi, hak untuk karyawan perempuan, hak cuti untuk hamil melahirkan itu adalah hak asasi yang tidak bisa diabaikan perusahaan, kalau ada perusahaan dengan sengaja mengabaikan hal itu dilaporkan, dan saya yakini pemerintah tidak akan tinggal diam,” tegas dia. (ang/fm)