SAMPIT— Hingga saat ini, pertanian masih menjadi sektor unggulan di wilayah selatan Kotim. Masyarakat pun diingatkan jangan sampai menjual lahan pertanian kepada pihak investor perkebunan sawit.
Kepala Dinas Pertanian Kotim I Made Dikantara menyampaikan, saat ini upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi padi dan menambah luas tanam padi terus dilakukan. Hal tersebut sebagai upaya untuk menjaga wilayah selatan tetap menjadi lumbung padi.
”Masyarakat boleh saja berselang-seling menanam hasil pertanian lain, untuk menambah penghasilan keluarga, setelah atau sebelum masa panen padi. Namun, tetap tanaman padi yang menjadi prioritas utama," jelas Made, akhir pekan tadi.
Di sejumlah kecamatan lain ada juga yang menanam padi, namun yang selama ini wilayah selatan cukup fokus dan memang ditetapkan sebagai daerah penghasil padi yang mampu menopang kebutuhan beras di Kotim.
”Kotim pada dasarnya sudah mampu swasembada beras bahkan surplus beras dari jumlah luas tanam yang ada saat ini, namun memang luas lahan yang ada belum maksimal," ujarnya.
Para kepala desa dan camat juga di harapkan jangan sampai memberi izin untuk menjual atau pembukaan lahan di wilayah selatan sebab pemerintah memang menginginkan kawasan selatan sentra pertanian di Kotim, jangan sampai terkontaminasi perkebunan terutama kepala sawit.
"Masyarakat diharapkan mampu memanfaatkan luas lahan di wilayah selatan untuk lahan pekerjaan penjamin kebutuhan hidup. Bukan malah menjual lahan mereka beramai-ramai sehingga ke depannya tidak memiliki lagi lahan untuk diolah menjadi sumber penghasilan," terangnya.
Terbukti saat ini di wialayah utara banyak masyarakat yang jadi penonton, setelah lahan mereka di jual, uangnya habis baru mereka kebingungan mencari pekerjaan. Namun, jika masyarakat mampu mengelola lahan sendiri maka hasilnya akan terus menerus dapat dinikmati oleh mereka.
”Kami di dinas terus berupaya memberikan pengertian kepada masyarakat agar mereka terus mampu mengelola lahan yang ada saat ini semaksimal mungkin dan menghasilkan untuk kesejahteraan mereka," pungkasnya. (dc/oes)