PALANGKA RAYA – Wakil Ketua Komisi B DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng), HM Asera menyambut baik standarisasi harga Tanda Buah Segar (TBS) yang ditetapkan di provinsi ini.
Sebab, dengan ada penetapan tersebut akan mencegah terjadinya permainan harga serta dampak perekonomian yang negatif di lingkup masyarakat.
Menurut Asera, penetapan harga ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Sehingga, apabila nanti masyarakat menjual TBS, sebut saja sawit ke perusahaan maka harga TBS-nya tidak dipermainkan.
“Jadi kalau sudah ada standarisasi harga akan lebih membantu. TBS sendiri tidak boleh dipermainkan, harus satu harga,” katanya, kemarin (8/2).
Ia mengingatkan agar pihak perusahaan jangan memainkan harga kepada publik, apalagi sampai memanipulasi sistem pembayaran yang tidak sesuai standar. Contohnya saja pembayaran yang seharusnya dibayar sekali, namun dimainkan menjadi satu bulan sekali atau mencicil.
“Kami berharap agar hal semacam itu tidak terjadi. Dibayar dengan sistem cicil, sehingga kalau tidak dijual akan mengalami pembusukan bahkan dimanfaatkan oleh perusahaan nakal,” ujarnya.
Terkait dengan permainan harga TBS, Politisi PKB ini mengaku sering kali mendapat informasi tersebut. Persoalan tersebut terkadang dikeluhkan dan disampaikan ke jajaran legislator utamanya saat melakukan kunjungan ke daerah.
Permasalahan yang selalu menjadi keluhan warga di lapangan, seperti harga yang ditetapkan perusahaan sekehendak hati dan ketidakpastian pembayaran. Dia menilai hal tersebut terjadi karena sebelumnya belum ada standar harga untuk TBS itu.
“Maka dengan adanya penetapan harga TBS tersebut diharapkan mampu mengatasi persoalan-persoalan menyangkut permainan. Tentunya juga berdampak positif bagi lini ekonomi masyarakat di daerah,” ucapnya.
Terlepas dari itu, dia mengimbau perusahaan yang berinvestasi di Kalteng wajib memiliki kantor cabang di provinsi ini. Selain itu, semua hal yang berhubungan dengan dengan Pemasukan Asli Daerah (PAD) wajib dilaksanakan di Kalteng, seperti penggunaan NPWP hingga membayar pajak di Kalteng.
“Ketika mereka tidak mau bekerja sama, khususnya mendirikan pabrik atau berkontribusi terkait PAD dan lainnya, lebih baik keluar saja,” tegas Asera. (sho/fm)