SAMPIT – Keputusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tak mencalonkan Jhon Krisli dalam Pemilu Legislatif 2019 mendatang memantik reaksi dari massa pendukungnya. Mereka melakukan aksi dan mengultimatum partai berlambang banteng itu untuk memasukkan lagi nama Jhon sebagai bakal calon legislatif (bacaleg).
Pantauan Radar Sampit, ratusan orang menggeruduk Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kotim di Jalan Suprapto, Kamis (2/8). Mereka mulai berkumpul sejak pagi. Di saat bersamaan, DPC PDIP Kotim sedianya akan menggelar pertemuan dengan seluruh caleg dan pengurus DPC untuk konsolidasi pascapendaftaran bacaleg di KPU Kotim.
Akan tetapi, jumlah massa semakin bertambah. DPC PDIP akhirnya memutuskan membatalkan pertemuan itu. Sejumlah pengurus DPC lari tunggang-langgang meninggalkan kerumunan massa. Satu per satu mobil pengurus meninggalkan ”kandang banteng”. Hanya Ketua DPC PDIP Kotim Rimbun dan Yohanes Aridian (Bacaleg PDIP) yang bertahan.
Menurut sejumlah massa, mereka datang tanpa dikomando dan tak ada persiapan. Kedatangan mereka ingin meminta penjelasan DPC PDIP Kotim yang tidak mendaftarkan Jhon Krisli untuk berlaga dalam Pileg 2019.
”Kami datang dan prihatin kepada saudara kami Jhon Krisli yang tidak diusung PDIP. Kami sangat menyesalkan (tak masuknya Jhon Krisli sebagai Bacaleg PDIP),” kata Andres, pendukung Jhon Krisli dari Desa Sebabi, Kecamatan Telawang.
Mereka mendesak pengurus DPC PDIP Kotim bertanggung jawab terkait persoalan itu. Pendukung Jhon mengultimatum DPC PDIP agar menyampaikan aspirasi mereka itu ke DPP PDIP di Jakarta.
”Pengurus DPC harus sampaikan aspirasi ini. Kami berikan waktu. Kalau memang keputusan DPP seperti ini adanya, kami juga tidak akan mendukung lagi PDIP,” tegas Andres.
Rolling, pendukung Jhon dari Desa Kenyala mengatakan, pihaknya ingin Jhon Krisli kembali masuk dalam daftar Bacaleg PDIP Kotim. Pihaknya yang selama ini berjuang untuk PDIP merasa dikhianati dengan hilangnya nama Jhon Krisli. Bagi mereka, Jhon merupakan tokoh dan wakil pihaknya di DPRD Kotim.
”Kami hanya minta hak pak Jhon Krisli jangan dizalimi,” kata dia.
Sebagai jaminan, massa kemudian menyegel kantor DPC PDIP Kotim selama sepekan. ”Dengan terpaksa kami harus segel dan lepaskan semua atribut PDIP Kotim sebelum ada kepastian dari DPP soal tuntutan kami ini,” ujar Andres lagi.
Setelah pernyataan penyegelan keluar, massa langsung bergerak ke berbagai sudut. Mereka menurunkan papan nama kantor DPC, baliho, spanduk, bendera, hingga umbul-umbul berlambang PDIP.
Ketua DPC PDIP Rimbun terlihat tidak berdaya menghadapi ratusan warga yang merangsek masuk ke halaman Kantor DPC PDIP Kotim itu. Dia awalnya sempat menolak aksi itu, namun massa tetap ngotot melakukannya. Hal itu sebagai jaminan agar aspirasi mereka disampaikan.
”Kami berharap jangan disegel. Ini kantor partai. Bagaimana kami bisa beraktivitas kalau dibuat seperti ini? Tolong yang sabar sedikit,” ujar Rimbun.
Selain atribut, massa dokumen daftar bacaleg yang tertempel di dalam kantor DPC PDIP Kotim juga dilepas. Mereka juga meminta DPC PDIP Kotim mengungkap oknum internal partai yang diduga memainkan peran menjegal Jhon Krisli.
”Tolong beri tau, mana oknum yang menjegal itu? Biar berhadapan dengan kami,” ujar massa lainnya.
Rimbun langsung menepis, ”Tidak ada yang menjegal. Apalagi orang DPC. Itu semuanya karena aturan partai Jhon Krisli tidak bisa mencalonkan. Bukan karena saya dan kami di DPC ini.”
Rimbun meminta waktu sepekan untuk mengonsultasikan tuntutan pendukung Jhon ke DPP PDIP di Jakarta. Paling lambat 9 Agustus mendatang sudah ada hasil yang bisa disampaikan.
Berpotensi Gerus Suara
Tak masuknya Jhon Krisli sebagai Bacaleg PDIP, berpotensi menggerus suara PDIP di Kotim yang selama ini menjadi basis massa partai berlambang banteng moncong putih tersebut. Pasalnya, ratusan simpatisan yang terdiri dari tokoh dari beberapa kecamatan sepakat akan meninggalkan PDIP pada 2019 mendatang.
”Pak Jhon ini harapan kami. Jika tidak dicalonkan, kami akan mundur dari PDI Perjuangan. Jangan cari suara dengan kami nanti,” kata Andres.
Sementara itu, Rolling yang disebut-sebut sebagai perwakilan warga dari Kecamatan Telawang, mempertanyakan aturan PDIP terkait periode jabatan kader yang bisa diusung kembali dalam pileg. Menurutnya, aturan bahwa bacaleg hanya bisa tiga periode mencaleg di tempat yang sama, terkesan hanya berlaku pada Jhon Krisli, sementara di daerah lain tak diterapkan.
”Mengapa hanya terjadi di Kotim saja? Tolong beri penjelasan? Daerah lain bisa. Kami jelas menilai ini hanya permainan untuk menjegal (Jhon Krisli),” tegasnya.
Mereka juga mendesak agar aspirasi itu disampaikan ke DPP PDI Perjuangan. ”Kalau perlu kami ke DPP. Kami siap ke sana," teriaknya, disambut dukungan massa lainnya.
Mereka tetap mendesak agar Jhon bisa dicalonkan apa pun alasannya. ”Kami sudah jauh-jauh datang ke sini. Jika tidak disampaikan, kami akan mundur dari partai banteng ini. Kami lebih baik beralih (mendukung, Red) partai lain saja,” teriak salah seorang massa.
Masih Berpeluang
Peluang Jhon Krisli untuk mencaleg memang belum tertutup sepenuhnya. Ketua KPU Kotim Siti Fathonah Purnaningsih mengatakan, daftar calon sementara (DCS) masih bisa berubah. Hal itu berdasarkan ketentuan Pasal 23 Ayat 1 Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Dia menjelaskan, DCS dapat diubah apabila terjadi tiga hal. Pertama, bakal calon tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil klarifikasi terhadap adanya masukan dan tanggapan masyarakat terkait persyaratan pencalonan. Hal itu tertuang pada huruf a pada ayat dan pasal dalam PKPU tersebut. Kedua, bakal calon meninggal dunia (huruf b); dan ketiga, bakal calon mengundurkan diri (huruf c).
Atas dasar tersebut, Jhon masih memungkinkan bisa diajukan sebagai calon pengganti. Namun, kemungkinan tersebut apabila poin pertama dan kedua terjadi. Untuk poin ketiga, apabila bakal calon mengundurkan diri, hanya berlaku untuk bakal calon perempuan.
”Bisa (Jhon Krisli masuk dalam daftar calon, Red). Sesuai Pasal 23 (PKPU 20/2018), ketentuannya ada. Huruf a, b, dan c. Khusus huruf c, kecuali memengaruhi keterwakilan perempuan," ujar Fathonah.
Penegasan terkait Pasal 23 Ayat 1 Huruf c itu dijelaskan dalam Ayat 4 dan 5, pada Pasal dan PKPU yang sama. Pasal 4 berbunyi ”Perubahan DCS anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c, tidak dapat diajukan calon pengganti dan urutan nama dalam DCS disesuaikan oleh KPU, KPU/KIP Provinsi Aceh, dan KPU/KIP kabupaten/kota berdasarkan urutan berikutnya.”
Kemudian, pasal 5, ”Dalam hal pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c adalah calon perempuan dan mengakibatkan tidak terpenuhinya syarat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di dapil yang bersangkutan. Partai politik dapat mengajukan calon perempuan pengganti dengan nomor urutan dan dapil yang sama."
Menurut Fathonah, proses Pileg 2019 masih tahapan verifikasi terhadap perbaikan daftar calon yang dijadwalkan sampai 7 Agustus. Selanjutnya, penyusunan dan penetapan DCS pada 8 - 12 Agustus 2018. (ang/gza/ign)