PALANGKA RAYA - Forum Pemuda Dayak (FORDAYAK) Kalteng beberapa waktu lalu melaporkan akun Facebook (FB) atas nama Marcos Tuwan, karena dianggap memuat kata-kata provokatif dan SARA (suku, agama, ras dan antaragolongan). Fordayak meminta Polda Kalteng menimdaklanjuti laporannya pada tanggal 30 Juli 2018 lalu.
Ketua Umum Fordayak, Bambang Irawan, mengatakan, ada empat hal yang dinyatakannya, yaitu mempertanyakan perkembangan dan tahapan hukum, karena sejak dilaporkan hingga saat ini yang terlapor belum dilakukan pemanggilan.
"Kita juga meminta, Polda Kalteng melalui Dirreskrimsus secara transparansi, profesional dan terbuka untuk publik dan media terkait proses hukum yang dilakukan," ucapnya saat pers rilis, Rabu (9/8).
Selain itu, poin lainnya, meminta Wali Kota Palangka Raya untuk menonaktifkan Damang Kepala Adat Kecamatan Pahandut tersebut selama proses hukum masih berjalan, itu dilakukan sebagai bentuk menjaga marwah lembaga adat.
"DAD harus pro aktif memantau perkembangan kasus ini. kita juga sudah melakukan kordinasi secara personal, meskipun belum mengirimkan surat secara resmi kepada Wali Kota yang juga sebagai ketua DAD kota, bahakan kami juga sudah melakukan koordinasi dengan Polda secara personak namun prosesnya masih stagnan, belum ada prosesnya. maka dari itu kita memberi waktu tiga hari untuk Polda dan Wali Kota mengambil sikap," tegasnya.
Dia juga menambahkan, pernyataan sikap yang terakhir adalah, tiga hari setelah penyataan sikap tersebut masih belum ada respon, maka pihaknya bersama tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat akan mendatangi kantor Wali Kota dan Polda Kalteng untuk menanyakan perkembangan kasus tersebut.
Sedangka Biro hukum FORDAYAK, Andie, meminta proses hukum yang berjalan harus trasparan dan tegas, karena kasus semacam ini tidak boleh ada intervensi, karena di mata hukum semua sama.
Sementara itu, tokoh adat Dayak Kalteng, Sabran Akmad, mengatakan, tidak sepantasnya damang kepala ada berbicara demikian, karena damang adalah tokoh atau panutan dimana semua perkataannya dicontoh oleh masyarakat.
"Saya meminta warga dayak lebih mengkritisi, namun juga perlu menyikapinya dengan arif dan bijaksana, karena saya tidak mensetujui prilaku tersebut, karena kita hidup dibawah falsafah Huma Betang, terutama dengan empat falsafahnya, jujur dan bertakwa dengan Tuhan, hidup kesetaraan, hidup dalam kebersamaan, harus abdi hukum (yaitu hukum negara, hukum adat, hukum alam)," bebernya saat mendampingi rilis.
Karena, lanjutnya, bagi masyarakat Dayak, Kalteng ini adalah Huma Betang, dan siapa saja boleh tinggal dalam betang (rumah adat) ini. Namun perlu diketahui bahwa betang ini milik orang Dayak. Ia berharap hukum bisa ditegakkan, karena dirinya sebagai tokoh tidak setuju dengan apa yang dilakukan Marcos Tuwan.
Sedangkan, elemen agama (kristen/nasrani) sekaligus pengurus gereja, Dagut, menyayangakan ucapan tersebut, dan merasa keberatan karena yang dikatakannya itu tidak pantas, pihaknya juga mendong laporan FORDAYAK segera ditindak lanjuti dan merespon laporan tersebut, jangan sampai ada tanda tanya besar oleh masyarakat banyak.
"Saya juga mengimbau masyarakat untuk menyikapi kasus ini dengan arif dan bijaksana, biarkan hukum yang menindak lanjuti, karena ini sudah masuk kategori penistaan agama, sedangkan prosesnya bisa dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat banyak bisa melihat proses hukumnya," pungkasnya.
Sementara itu, Marcos Tuwan tak mau mengomentari permasalahan tersebut.
“Tidak ada komentar,” tegasnya melalui pesan singkat kepada Radar Palangka. (agf/vin)