SAMPIT – Masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mengeluhkan masih banyaknya saluran drainase yang tersumbat dan dangkal. Hal itu menyebabkan banjir dadakan. Salah satunya di Jalan Jenderal Sudirman Km 4 yang hingga kini belum surut. Selain drainase, keberadaan pedagang juga jadi sorotan.
”Sudah beberapa hari ini genangan banjir tidak juga surut. Setiap saya melintas harus perlahan untuk menghindari percikan air agar tidak sampai ke pengendara lain,” keluh Herman, warga Ketapang, Jumat (16/11).
Dia menuturkan, air tak bisa mengalir dengan lancar karena banyak rumput serta sampah yang menyumbat air. Selain itu, siring sebelah kiri juga tidak ada. Kemudian, banyak pedagang yang membangun rumah kayu dan bermukim di sana. Hal itu dinilai sebagai salah satu penyebab genangan air.
”Setahu saya, jualan di atas drainase itu tak boleh,” ujar Hermansyah, warga yang bermukim tak jauh dari lokasi banjir.
Rahardiansyah, warga yang bermukim di daerah Palalangan mengatakan, genangan banjir belum juga surut dan air sempat memasuki rumahnya. ”Sudah beberapa hari ini sejak hujan Senin lalu itu, daerah Pelalangan sampai sekarang masih tergenang banjir karena air tidak tahu mau mengalir ke mana. Bahkan, sempat dua hari masuk rumah saya,” ujarnya.
Menurutnya, tak ada siring di sekitar permukimannya. Padahal, dekat dengan saluran primer di Jalan Pramuka.
Dadang, warga Ketapang lainnya mengatakan, pemerintah harusnya segera mengambil solusi untuk mengatasi genangan air tersebut. ”Ini airnya mau mengalir ke mana? Di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman ini tidak semua dibangun siring untuk menampung air. Salah satunya dari km 3 sampai km 4, di sebelah kiri belum dibuat siring,” ujarnya.
”Saya harap pemerintah juga bisa mengambil tindakan tegas untuk melarang pedagang yang berjualan di atas drainase,” tambah Dadang.
Sekretaris Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kotim (Disperdagin) H Zulhaidir mengatakan, pedagang di pinggir jalan tidak semua memiliki izin. Pihaknya tidak menarik retribusi apa pun ke pedagang.
”Pedagang di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman rata-rata hampir tidak ada yang memiliki izin. Mereka hanya izin dengan pemilik tanahnya saja. Kami pun tidak menarik retribusi karena kita tidak berhak menarik retribusi kalau tidak ada pelayanan, seperti penjaga keamanan dan fasilitas,” kata Zulhaidir, seraya menambahkan, pedagang yang berjualan di atas drainase menyalahi aturan.
Terpisah, Mat Juri, pedagang buah di Jalan Jenderal Sudirman Km 3,5 mengaku sudah mengantongi izin berjualan di pinggir jalan. ”Saya memiliki surat izin usaha mikro kecil dan ditandatangani Camat Mentawa Baru Ketapang pada 13 November 2017 lalu. Saya di sini juga menyewa dengan pemilik tanah. Per tahun Rp 7 juta dan bangunannya saya bangun sendiri,” kata Mat Juri.
Sebelumnya, lanjut Mat Juri, Dinas PUPR juga pernah menggusur lokasi miliknya tahun lalu. Setelah itu dia terpaksa memundurkan bangunannya.
Mat juri mengaku hanya tahu berdagang dan membayar sewa kepada pemilik tanah. Dia siap menaati aturan pemerintah apabila memang berjualan di pinggir jalan tidak diperbolehkan.
”Kapan pun saya siap saja kalau memang disuruh mundur lagi. Kalau memang ada pembangunan drainase ke depannya,” ujarnya.
Namun, Mat Juri tak sependapat apabila banjir disebabkan pedagang. Pasalnya, banjir tidak terjadi di sekitar tempatnya berjualan. Dia juga mengaku tak membuang sampah di drainase.
Dia menegaskan, pemerintah seharusnya mengkaji penyebab banjir dan tidak serta merta menyalahkan pedagang. ”Pedagang ini niatnya hanya mencari rezeki. Kalau berjualan sudah jelas maunya mencari lokasi yang strategis. Urusan izin harusnya bisa disampaikan ke pemilik tanahnya, karena kami ini tahunya pemilik tanah menyewakan dan kami bayar,” ujarnya.
Ati pedagang lainnya mengaku tidak memiliki izin. Dia hanya menyewa kepada pemilik tanah. ”Saya ini baru jalan tiga tahun di sini. Memang saya tak memiliki izin, tetapi saya bayar per tahun pada pemilik tanahnya sebesar Rp 7 juta. Tetapi, kalau memang pemerintah mau menggusur, kami siap saja mundur ke belakang lagi,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Dinas PUPR Kotim H Machmoer mengatakan, pihaknya sudah berusaha mengeruk dan pemeliharaan drainase secara rutin di wilayah kota. Namun, untuk lokasi di Jalan Jenderal Sudirman, dia harus koordinasi dengan Pemprov Kalteng karena ruas itu merupakan jalan nasional.
Machmoer juga meminta pedagang yang berjualan di atas saluran drainase agar segera pindah. Dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan pembongkaran apabila masih ada bangunan di atas saluran drainase.
”Selama ini kami masih menyosialisasikan pada pedagang. Kalau tidak lusa, Senin kami sudah melakukan pembongkaran bersama Satpol PP, pihak kecamatan, dan aparat hukum lainnya,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Machmoer, pemilik tanah harus memahami aturan dan memperhatikan kondisi jalan negara. Seharusnya pemilik tanah izin dulu ke pemerintah daerah saat menyewakan tanahnya untuk pedagang.
”Selama ini ada tidak izinnya? Pemilik tanah juga harus siap menghibahkan tanahnya kepada tanah milik negara dan tidak boleh membangun dengan jarak 15-20 meter dari sumbu jalan, karena itu harta tanah milik negara. Pihak pertanahan pun seharusnya dapat menghitung luasan tanahnya,” ujarnya.
Machmoer berharap agar pedagang memahami aturan dan siap melakukan pembongkaran apabila bangunan berdiri di atas drainase. ”Saya ini tidak tega sebenarnya, tetapi berdagang di atas drainase memang sudah menyalahi aturan,” tandasnya. (hgn/ign)