SAMPIT – Bonus demografi yang mulai dialami Indonesia harus diwapadai. Bonus demografi bisa menjadi bencana jika tidak dipersiapkan dengan baik.
”Tantangan utama di era pasar bebas 2020 dan revolusi industri 4.0. adalah sumber daya manusia (SDM). Jika SDM tidak punya kompetensi, maka bonus demografi jadi bonus bencana,” kata Eddy Sabarudin usai dilantik sebagai Ketua DPD Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia (HILLSI) Provinsi Kalimantan Tengah di Grand Hotel, Senin (19/11).
Bonus demografi merupakan kondisi ketika usia produktif (15-64 tahun) mendominasi, yakni 50-70 persen dibandingkan usia tidak produktif (14 tahun ke bawah dan 65 tahun ke atas). Bonus demografi ini bisa menjadi pedang bermata dua. Bisa menjadi anugerah jika melahirkan tenaga kerja berkualitas. Jika tidak, akan menjadi bencana kependudukan. Akan menimbulkan pengangguran, kriminalitas dan kemiskinan.
Eddy Sabarudin mengatakan, HILLSI memiliki peran penting dalam era pasar bebas 2020 dan revolusi industri 4.0. Yakni menciptakan tenaga yang kompeten di bidangnya masing-masing. Lembaga pelatihan juga wajib melakukan transformasi di era revolusi industri 4.0. Tranformasi meliputi bidang kelembagaan, pengelolaan, pembelajaran, hingga marketing. ”Contohnya, marketing dengan cara bagi brosur dan door to door harus digeser, ganti dengan digital,” kata Eddy.
Lebih lanjt Eddy Sabarudin mengatakan, DPD HILLSI Kalteng membawahi semua DPC HILLSI di semua kabupaten. Namun, dari 14 kabupaten di Kalteng, HILLSI baru terbentuk di delapan kabupaten. Sebagian besar kabupaten pemekaran belum terbentuk HILLSI. Ini tak lepas dari minimnya lembaga pelatihan di kabupaten pemekaran.
”Kalteng terdapat 153 lembaga pelatihan, namun belum semua masuk HILLSI. Ini tantangan bagi pengurus DPD untuk merangkul semua lembaga,” kata Eddy.
Ketua 1 DPP HILLSI Rizky Mahendra mengatakan, ada 1,7 juta SDM harus dilatih pada tahun 2019. Kemampuan BLK hanya bisa menampung 400 ribu. Sedangkan 1,3 juta yang harus dilatih lembaga pelatihan agar kompeten.
”Inilah peran HILLSI yang jadi tempat berkumpulnya lembaga pelatihan,” ucapnya.
Tahun 2020, di era pasar bebas, juga akan banyak training center dari luar negeri yang masuk Indonesia. Ada langkah agar LPK bisa survive, yakni dengan harmogitalisasi. Yakni menghubungkan semua stakeholder dalam satu platform, baik itu lembaga pelatihan, institusi pemerintah, HILLSI tingkat kabupaten hingga pusat.
”Melalui HILLSI Flash, data seluruh peserta LPK bisa terdeteksi jumlahnya, apa yang dipelajari, kapan selesai, dan tersertifikasi,” katanya
Perwakilan dari Disnakertrans Kotim Bahalap mengatakan, lembaga pelatihan milik swasta ikut berperan dalam menurunkan angka pengangguran. Tanpa adanya lembaga pelatihan, pemerintah daerah kesulitan menciptakan tenaga kerja terampil siap kerja. Sebab, balai latihan kerja (BLK) milik pemda tidak akan cukup menampung peserta pelatihan.
Kabid Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja Disnakertrans Provinsi Kalteng Pujo Haryanto menambahkan, angka pengangguran di Kalteng 4,01 persen dari jumlah penduduk Kalteng 2,3 juta.
”Kabupaten mau buat perda yang mengutamakan tenaga kerja lokal. Tapi dalam UUD 45, setiap warga negara mempunyai hak yang sama. Solusinya adalah kompetensi. Siapa yang kompeten, dia yang diterima. Di sinilah peran lembaga pelatihan untuk menciptakan manusia yang kompeten,” ujarnya. (yit)