Perempuan berkerudung kuning terlihat berwajah sayu, duduk tepat di depan ruang resusitasi (P1) IGD RSUD dr Murjani Sampit sambil memangku tas jinjing. Robeta dikeliling banyak kerabatnya. Raut wajah terlihat tegar menghadapi duka karena ditinggal suaminya, Sugianto, untuk selamanya.
Sugianto yang juga Camat Telawang meninggal dunia di Sampit, Senin (10/6) pukul 16.48 WIB. Pria berusia 56 tahun ini meninggalkan istri dan tiga anak bernama Karmita Katimenta, Aris, dan Febriyandra Katimenta.
Sugianto sempat dibawa ke Puskesmas Sebabi dalam keadaan kritis, Senin pukul 11.15 WIB. Dokter puskesmas merujuknya ke RSUD dr Murjani Sampit karena kondisi kesehatannya memburuk. Pasien dibawa ke Sampit menggunakan ambulance dan tiba di RSUD dr Murjani Sampit pukul 13.00 WIB
”Atas arahan dari dokter kami segera membawa bapak menuju IGD RSUD dr Murjani Sampit menggunakan ambulance dan tiba pukul 13.00 WIB,” kata M Oscar Trymalza, Kasubag Keuangan dan Perencanaan Kecamatan Telawang.
Oskar yang merupakan pegawai kecamatan mengatakan, awalnya Sugianto mengalami gejala vertigo dan sempat mengalami muntah-muntah hingga beberapa kali. Akhirnya dirinya dibawa menuju Puskesmas Sebabi.
”Saat diperiksa dokter ternyata tensi beliau tinggi dan sempat kesulitan bernapas,” ujar Oskar.
Menurutnya, Sugianto memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus yang diidapnya selama kurang lebih dua tahun. Dirinya pun mulai menyadari kesehatan Pak Camat itu kian hari kian menurun.
”Belakangan ini memang kondisi kesehatan bapak memang mulai menurun,” katanya.
Dokter IGD Rachmasari Afiliantika mengatakan, Sugianto mengalami hipertensi dan kesulitan bernapas.
”Saat tiba ke IGD denyut nadi memang sudah tidak ada, tetapi saat kami melakukan resusitasi jantung paru-paru atau cardiopulmonary resuscitation (tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu, red) denyut kembali ada, meskipun tidak normal,” ujar dr Rachmasari.
Namun, dirinya belum dapat memastikan lebih jelas penyakit yang diderita pasien Sugianto. Pasalnya, untuk mengetahui penyebab penyakit yang diderita harus melakukan CT Scan.
“Untuk memastikan sakit yang diderita harus dilakukan CT Scan tetapi kondisi pasien tidak memungkinkan karena alat bantu nafas buatan tidak bisa dilepas. Kalau kami lepas, pasien akan kesulitan bernapas,” jelasnya.
Selama kurang lebih 3,5 jam dirawat di IGD dalam keadaan kritis, Sugianto akhirnya meninggal dunia pada pukul 16.48 WIB, disaksikan oleh keluarga yang menemani saat itu.
Sore hari hingga mendekati waktu Isya, satu per satu pejabat seperti Kepala Dinas Perikanan Heriyanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sanggul Lumban Gaul, Kabag Ekonomi Setda Wim RK Benung, pejabat-pejabat lainnya serta kerabat keluarga lainnya menyempatkan mengunjungi Sugianto di hari terakhirnya. Ruang IGD menjadi ramai dipenuhi para kerabat yang ingin membesuk dan melihat Sugianto di hari terakhirnya.
Sugianto merupakan seorang Camat kelahiran Kuala Kuayan, 21 Agustus 1963. Dirinya sangat dikenal baik, humoris, bertanggung jawab, dan tidak ingin membeda-bedakan siapapun.
“Beliau memang disenangi banyak orang, humoris, bertangggung jawab. Beliau juga menganggap seluruh staf seperti keluarga bukan atasan atau bawahan. Pasti banyak yang merindukan sosok beliau,” kata M Oskar.
Selain di mata pegawai dalam ruang lingkup kerja, dirinya juga dikenal baik oleh keluarga dan keponakannya. Salah satunya, Ferry yang merupakan keponakan Sugianto.
“Paman saya memang dikenal baik sama keponakan dan anak cucunya,” kata Ferry saat dibincangi Radar Sampit di IGD.
Sekitar pukul 19.35 WIB akhirnya Sugianto diantar menuju Kuala Kuayan tempat kelahirannya menggunakan mobil ambulance. “Beliau berpesan, kalau sudah tiada, inginnya dikuburkan di Kuala Kuayan, tempat kelahirannya. Makanya malam ini juga kami langsung membawa beliau kesana (Kuala Kuayan, Red),” tandas Ferry. (hgn/yit)