SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

SAMPIT

Kamis, 05 September 2019 17:34
Jenazah seolah Meminta Tolong, Titipkan Harapan untuk Gubernur

Mengupas Pengalaman Dokter Forensik di Kalteng

MENCINTAI FORENSIK: Dokter Ricka Brillianty Zaluchu merupakan dokter pertama forensik yang dimiliki RSUD dr Doris Slayvanus Palangka Raya.(DODI/RADAR SAMPIT)

Dokter forensik berperan besar dalam menyingkap tabir berbagai kasus kriminal yang merenggut nyawa manusia. Hasil pemeriksaan medis mereka jadi pintu masuk aparat untuk memburu pelaku dan membuka terang-benderang suatu peristiwa.

DODI, Palangka Raya

Sebagian publik di Kalteng, terutama yang kerap mengonsumsi berita-berita berbau kriminal, tak asing lagi dengan nama Dokter Ricka Brillianty Zaluchu. Nama wanita berjilbab itu kerap muncul dalam pemberitaan media apabila terjadi kasus pembunuhan maupun kecelakaan.

Ricka merupakan dokter forensik pertama yang dimiliki RSUD dr Doris Slayvanus Palangka Raya. Namun, tugasnya tak hanya sebatas di ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah itu. dia kerap dipanggil ke sejumlah daerah di Bumi Tambun Bungai untuk kepentingan penyelidikan polisi. Perannya sangat besar mengungkap sebuah kasus.

Ricka merupakan anak seorang perwira polisi. Sang ayah menjabat pimpinan kepolisian di suatu daerah. Darah kepolisian yang identik dengan berbagai kasus diwarisi Ricka. Namun, bukannya menjadi aparat seperti sang ayah. Dia berkeinginan menjadi seorang dokter forensik. Ricka mulai bertugas di Doris Sylvanus sejak 5 Januari 2015 lalu, setelah sebelumnya bertugas di RS Kariadi, Semarang.

Wanita yang lima tahun lagi usianya mencapai setengah abad ini mengatakan, sebelum menjadi dokter forensik, dia merupakan dokter umum. Sekitar tahun 1992, Ricka menempuh pendidikan dokternya di Universitas Kristen Indonesia. Awalnya, dia masuk berniat masuk ke jurusan kedokteran gigi. Hanya saja, orang tuanya tidak setuju, sehingga dia masuk kedokteran umum.

”Dulu kan saat itu kedokteran gigi tidak setenar sekarang. Lalu saya lanjut dan mengambil forensik hingga lulusan spesialis forensik Universitas Diponegoro, Semarang. Masuk tahun 2011 awal hingga lulus dalam waktu tiga tahun kurang,” ujarnya.

Menjadi dokter forensik, Ricka harus ”bersahabat” dengan darah, jenazah, bau busuk, hingga hal lain yang tak lazim. Berbeda dengan dokter biasa, pasien yang ditangani Ricka sosok manusia yang tak lagi bisa bicara, alias sudah tiada. Meski demikian, dia seolah mendengar rintihan minta tolong dari jenazah itu.

”Bahasa tubuh pasien seakan berkata tolong saya, jika itu jadi korban (kematian secara) tak wajar. Karena itu juga saya tertarik pada dunia forensik. Apalagi ketika suami mengambil spesialisasi bedah,” tutur ibu dari dua orang anak ini, Senin (2/9) lalu.

Menurutnya, dunia forensik itu antik, tetapi menyenangkan, karena pasien yang dihadapi tidak akan protes dan berkeluh kesah.

”Saya juga semakin tertarik dengan bahasa tubuh yang sudah tidak bisa berbicara. Karena itulah tidak ada hal yang tidak bisa terjawab (dari sebuah kasus). Sebab, di tubuh manusia itu ada hal-hal lain (yang menyampaikan) jika ada indikasi kriminal,” ucap wanita yang juga jadi dokter pendidik bagi para dokter muda di RSUD dr Doris Sylvanus ini.

Di Kalteng, Ricka pertama kali menangani ”pasiennya” di Pangkalan Bun. Saat itu dia langsung diminta mengidentifikasi awal korban kecelakaan pesawat AirAsia yang jatuh di Selat Karimata. Pusat evakuasi korban saat itu dilakukan di Pangkalan Bun.

”Baru pindahan tanggal 2 Januari, tanggal 5 langsung tugas di sana. Saat itu ada dua tim, saya yang di Kaltengnya,” ujar wanita murah senyum ini.

Dalam dunia forensik, menurutnya, hal tersulit adalah ketika pasien meninggal dunia karena terbakar. Jenazah akan sulit diidentifikasi.

Mengutip sejumlah sumber, ada beberapa hal yang perlu diidentifikasi terhadap jenazah korban kebakaran, yakni pemeriksaan sidik jari, gigi, identifikasi properti, hingga DNA. Apabila jenazah terbakar, apalagi sampai 100 persen, identifikasi sulit dilakukan.

Sidik jari korban kebakaran tidak bisa diambil apabila jenazahnya hangus. Identifikasi gigi juga demikian. Apabila terbakarnya sangat berat, gigi bisa lepas dari gusinya. Selain itu, mahkota gigi juga bisa hilang. Kalau mahkota gigi hilang, tidak bisa ditentukan lagi model gigi dan ukurannya.

Apabila sidik jari dan sidik jari dan gigi gagal, maka identifikasi dilakukan menggunakan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid). Namun, dalam kasus korban terbakar, hal itu sulit dilakukan. Apabila jenazahnya hangus terbakar 100 persen dan sampai dalam, seluruhnya sudah menjadi arang, DNA tidak bisa lagi ditemukan.

Jika tiga cara identifikasi gagal, bisa dilakukan dengan autopsi untuk melihat tanda-tanda medis, seperti tato atau pernah menjalani operasi tertentu. Selain itu, tanda medis lainnya meliputi usia, tinggi badan hingga jenis kelamin. Proses identifikasi tanda-tanda itu saat autopsi memerlukan teknik tertentu yang akan dicocokkan dengan data antemortem.

Lebih lanjut Ricka mengatakan, sepanjang bertugas menjadi dokter forensik, dia sudah puluhan kali menjadi saksi ahli dalam persidangan. Dalam satu tahun juga bisa menangani ratusan ”pasien” karena berbagai sebab, seperti meninggal karena lalu lintas, pembunuhan, dan hal lainnya.

Walaupun dari sisi pendapatan masih kalah menjanjikan dibanding dokter umumnya, Ricka mengaku tetap menjalankan tugasnya sepenuh hati semata untuk kemanusiaan. ”Soal rezeki Tuhan yang mengatur. Saya bukan mencari pendapatan,” tuturnya.

Meski sudah berpengalaman, Ricka harus tetap memiliki berbagai fasilitas penunjang. Dia mengharapkan ada lemari pendingin jenazah empat pintu dan alat penunjang lainnya, salah satunya brankas dan bor listrik.

”Semoga pak Gubernur bisa membantu mewujudkan hal tersebut, karena jujur semua itu sangat diperlukan. Apalagi ini untuk kepentingan orang banyak,” ujarnya.

Ricka mengaku siap bertugas kapan saja tanpa mengenal waktu. Anak-anaknya memahami pekerjaannya yang cukup menyita waktu, sehingga mereka tidak terlalu cerewet ketika ditinggalkan.

Apabila senggang, dia lebih memilih menghabiskan waktu bersama kedua putrinya yang berusia delapan dan empat tahun. Selain menghabiskan waktu dengan anak-anak, dia juga gemar mengurus tanaman. (***/ign)


BACA JUGA

Kamis, 17 Juli 2025 12:45

Sekolah Rakyat Masih Kekurangan Murid SD

SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) masih menghadapi tantangan…

Kamis, 17 Juli 2025 12:44

Siswa Baru Ikuti Jalannya Rapat Paripurna DPRD

SAMPIT – Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMP Negeri…

Kamis, 17 Juli 2025 12:44

Tes Urine sebagai Mekanisme Pembinaan ASN

SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mulai menerapkan tes…

Kamis, 17 Juli 2025 12:43

75 Personel Ikuti Simulasi Tanggap Darurat

SAMPIT – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kotawaringin Timur…

Rabu, 16 Juli 2025 17:35

Ketua TP-PKK Kotim Kunjungi IKN

SAMPIT — Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim)…

Rabu, 16 Juli 2025 17:35

Disdik akan Jaring Kepala Sekolah untuk Sekolah Rakyat

SAMPIT – Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur (Disdik Kotim) mengambil…

Rabu, 16 Juli 2025 17:34

Ritel Modern Harus Beri Ruang untuk Produk UMKM Lokal

SAMPIT — Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mulai mengambil langkah…

Rabu, 16 Juli 2025 17:33

Pemkab Dukung KONI Kotim Berbasis Digital dan Transparan

SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menyatakan dukungan penuh…

Selasa, 15 Juli 2025 17:10

Pemkab Akan Tata Ulang Keberadaan Ritel Modern

SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) berencana melakukan penataan…

Selasa, 15 Juli 2025 17:09

Disdik Pastikan MPLS Tanpa Perpeloncoan

SAMPIT – Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) memastikan pelaksanaan…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers