SAMPIT – Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kotawaringin Timur (Kotim) meluruskan fakta terkait kronologis meninggalnya Plt RSUD dr Murjani Sampit Febby Yudha Herlambang. Hal tersebut untuk menepis isu yang beredar di masyarakat belakangan ini.
”Jika diteliti lebih dalam, apabila tidak kami luruskan faktanya, kami khawatir akan muncul ketidakpercaya masyarakat terkait penanganan Covid-19 di Kotim," ujar Wakil Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kotim AKBP Abdoel Harris Jakin saat menggelar konferensi pers, Senin (30/11).
Menurutnya, belakangan sudah banyak bermunculan isu di media sosial. Bahkan ada pesan yang masuk kepada pihaknya yang mengatakan bahwa Dokter Yudha meninggal bukan karena Covid-19, melainkan akibat obesitas dan gangguan pernapasan.
”Oleh karena itu, kami ambil langkah menyampaikan kronologis fakta wafatnya Dokter Yudha," sebutnya, yang disambung penjelasan dari Koordinator Bidang Pencegahan Satgas Covid-19 Kotim sekaligus Kepala Dinas Kesehatan Kotim Faisal Novendra Cahyanto.
Faisal menjelaskan, kronologis almarhum mulai dari riwayat perawatan sampai pemulasaran, di mana awal pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) di RSUD dr Murjani Sampit dilakukan pada 16 November 2020 dengan hasil yang menyatakan Yudha terkonfirmasi positif Covid-19.
”Kami sampaikan dilakukan pemeriksaan PCR 16 November 2020, dengan hasil positif Covid-19 pada tanggal tersebut. Yang bersangkutan kemudian dirawat tim dokter dari tanggal 17 November 2020, sudah masuk rumah sakit," urainya.
Kemudian, kata Faisal, atas inisiatif keluarga, Yudha dirujuk ke RS Polri Kramat Jati Jakarta Timur (Jaktim) pada 23 November 2020 menggunakan penerbangan khusus. ”Sampai di rumah sakit tersebut dilakukan perawatan dan kembali dilakukan PCR pada 25 November 2020 dengan nomor laboratorium 202011250342. Hasil negatif. Jadi, setelah 9 hari pemeriksaan dari PCR pertama," jelasnya.
Perlu diketahui, kata Faisal, sembilan hari dari swab pertama, kemudian dilakukan swab lagi, memungkinkan hasil swab dari pasien tersebut negatif. Bahkan, menurut Faisal, banyak kasus serupa yang terjadi, di mana dalam rentang waktu tujuh hari dari pemeriksaan pertama, ketika di-swab ulang, hasilnya negatif.
”Pada sore hari, tanggal 26 November, kondisi memburuk. Oleh tim dokter dilakukan respirasi, tetapi kondisi paru dan badai sitokin menyebabkan kegagalan respirasi. Almarhum berpulang pada 27 November 2020," terangnya.
Dokter pemeriksa laboratorium sekaligus Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kotim Ikhwan Setiabudi mengaku agak sedikit gentar dan terpukul atas meninggalnya teman sejawatnya. Namun, mereka sebagai garda terdepan penanganan Covid-19 harus tetap kuat.
”Kami akan lebih kuat. Tolong kami dibantu. Semua pihak harus bekerja sama dengan masalah (Covid-19) ini, karena kami berjuang dengan hati, mulai dari pihak kepolisian, Satgas Covid-19 juga berjuang bersama," tandasnya.
Menurut Ikhwan, RSUD dr Murjani Sampit sangat berhutang budi dengan almarhum Yudha. Sebab, tanpa kegigihan almarhum, ruang isolasi RSUD dr Murjani Sampit tidak akan ada.
”Almarhum sangat gigih berjuang dalam penanganan Covid-19, tentunya bersama pihak terkait. Almarhum adalah pejuang Covid-19. Saya berharap dengan penjelasan ini tidak ada polemik lagi. Mari bersama-sama berjuang agar Kotim terbebas dari Covid-19," tandasnya. (yn/ign)