PANGKALAN BUN - Suasana Sungai Arut, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah tiba-tiba ramai. Bukan karena ada warga tenggelam atau kemunculan buaya, keramaian itu akibat pelaksanaan lomba mancing tradisional yang digelar Pemkab Kobar, Jumat (4/10) siang.
Puluhan peserta sebagian besar tampak mengenakan topi caping, dan kain sarung yang diselempangkan. Mereka menggunakan alat pancing ulur, dan tantaran (tegek) terlihat mencari spot - spot mincing strategis di salah satu sungai terbeesar di Pangkalan Bun itu.
Sayangnya, Sungai Arut tidak seperti dulu lagi. Di era 1980, sungai ini dikenal kaya dengan sumber daya perikanan, seperti ikan Lawang, Baung, Lais, dan Senggiringan. Saat ini jenis ikan tersebut sangat sulit ditemukan di DAS Arut.
Wajar saja puluhan pemancing yang ikut dalam lomba mancing tradisional terlihat lesu. Karena perlombaan yang di mulai setelah Ashar itu kail para pemancing seolah tidak tersentuh ikan. Riuh rendah sorak sorai peserta terdengar ketika salah satu tim mampu strike, namun saat diangkat hanya ikan Baung kecil.
Sandi, salah seorang peserta mengakui sulitnya memancing ikan di Sungai Arut. Ia yang menggunakan umpan cacing, hingga menjelang Maghrib baru memperoleh beberapa ekor, padahal di Sungai Arut umpan cacing masih menjadi santapan favorit para ikan.
“Alhamdulillah, kalau satu kilo kita dapat. Mengingat perolehan masing - masing peserta tidak banyak mudah - mudahan bisa juara,” ujarnya.
Sementara itu, Lurah Raja, Rangga Lesmana mengatakan bahwa lomba mancing tradisional yang digelar masih dalam rangkaian Festival Batang Arut, untuk memeriahkan HUT Kobar ke-60.
Menurutnya dalam lomba mancing tradisional itu ada keunikan karena para peserta diwajibkan menggunakan pakaian dan alat pancing tradisional. Mereka dilarang menggunakan alat pancing modern, hal itu bertujuan untuk menjaga kearifan lokal masyarakat Arut tempo dulu.
Ia berharap, dengan lomba mancing tradisional ini masyarakat bisa mengetahui dan menyadari bahwa zaman dahulu masyarakat memancing dengan alat tradisional saja sudah bisa menghidupi keluarga, sehingga tidak perlu menggunakan alat atau bahan yang merusak lingkungan.
Dalam lomba ini peserta yang paling banyak mendapatkan ikan, dengan timbangan yang paling berat akan dinobatkan sebagai pemenang. Dalam lomba ini para peserta diberi waktu 2,5 jam untuk mengumpulkan ikan.
“Yang dinilai banyak dan beratnya jumlah ikan serta penampilan peserta, yang benar - benar tradisional,” pungkasnya.
Untuk diketahui jumlah total peserta mencapai 32 tim dan dalam lomba mancing tersebut, untuk juara satu diraih tim dari Raja Seberang, dengan berat ikan mencapai 1,5 kilogram, juara 2 diraih tim dari Kelurahan Baru, dengan berat satu kilo empat ons, dan juara 3 direbut dari Raja Seberang dengan berat ikan mencapai sembilan ons. (tyo/sla)