”Sebagai contoh, kawasan sekitar Kantor Kejari Seruyan, Polres Seruyan sampai dengan Ujung Pandaran (perbatasan dengan Kotim) dalam peta lampiran SK. 529/Menhut-II/2012 merupakan kawasan hutan dengan fungsi hutan konservasi. Namun, faktualnya terdapat bangunan aset pemerintah, permukiman warga, lahan, dan kebun masyarakat," ujarnya.
Dengan demikian, kata Rendha, menjadikan SK. 529/Menhut-II/2012 sebagai dasar yuridis kawasan hutan dalam penegakan hukum tindak pidana kehutanan bisa mengakibatkan pelanggaran atas hak konstitusional warga negara, mengingat tidak semua wilayah yang termasuk di dalam peta lampiran SK 529/Menhut-II/2012 tersebut kondisi faktualnya bukan hutan, sehingga mengakibatkan pelanggaran terhadap kewenangan lembaga/instansi pemerintah dan pejabat administrasi lainnya.
Abdul Fatah sebelumnya ditangkap Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPLHK) Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya pada Juni 2020 lalu di kilometer 31 Jalan Sarapatim, Desa Ayawan. Dia dituduh merusak hutan di atas lahan perkebunan sawit.
Abdul Fatah memiliki lahan dengan cara membeli pada Abdul Hadi, kemudian membuka lahan menggunakan ekskavator untuk mengganti lahan sawit lama dengan yang baru, serta membuat jalan. Dari lahan seluas 12,3 hektare, yang digunakan hanya seluas 12 hektare untuk ditanami sawit yang berumur 2 bulan. (ang/ign)