Senyum dan tawa Lamuel (1,9) tak lagi menghiasi wajah lucunya. Jarum suntik puluhan kali yang menembus kulit balita itu, membuat kebebasannya hilang seketika. Cerianya sirna, berganti nestapa. Melalui air matanya, dia mengirim isyarat derita.
Laporan Dodi, Palangka Raya
DERU motor berpacu menembus debu jalanan, siang itu, Selasa (19/7). Perjalanan panjang ratusan kilometer yang jauh berliku dari Palangka Raya menuju Desa Bereng Jun, menguji kesabaran. Hutan belantara dan perkebunan sawit yang dilintasi, berpadu dengan jalanan berkelok dan curam yang menantang, juga berbahaya.
Setelah enam jam perjalanan yang melelahkan, gerbang Desa Bereng Jun menyapa. Dari gerbang itu, perjalanan berlanjut lagi sekitar 19 kilometer. Jalanan tak beraspal itu juga dihiasi tanaman pohon kelapa sawit di kiri dan kanannya. Kesunyian kian menyergap di tengah panasnya matahari.
Setibanya di Desa Bereng Jun, warga yang disapa Radar Sampit menjawab ramah. Dia juga mengarahkan Radar Sampit menuju kediaman Lamuel, bocah yang lumpuh setelah mendapat perawatan di RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya, sekitar sebulan silam. Derita Lamuel ternyata sudah menyebar di desa itu, yang prihatin dengan kondisinya.
Sampai di sebuah rumah bercat biru yang terbuat dari kayu ulin, langkah Radar Sampit terhenti. Norwani (29), ibu Lamuel, menyambut Radar Sampit bersama putri kecilnya. Setelah menjelaskan maksud kedatangan Radar Sampit, Norwani mempersilakan masuk.
Wanita itu kemudian memperlihatkan kondisi Lamuel yang tengah terbaring lemah di sebuah kasur, di atas lantai, di tengah rumah tersebut. Perlahan Norwani mengangkat anaknya. Terdengar rintihan kecil dari balita lucu berkulit putih itu. Dia terlihat kaget.
Ini bukan pertama kali Radar Sampit bertemu Lamuel. Medio Mei lalu, Radar Sampit pernah menjenguknya di Palangka Raya, saat keluarga Lamuel mengeluhkan pelayanan di RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya. Kondisinya saat itu masih lebih baik, meski sudah lumpuh setelah mendapat perawatan medis.
Setelah sekitar dua bulan, ternyata kondisinya kian memprihatinkan. Tangan kirinya bengkok dan tertekuk. Jemarinya sedikit mengepal. Kaki kiri dan tubuh bagian kiri tak lagi bisa bergerak.
Kaki kanannya terlihat gemetar, tak terkontrol. Ketika mendengar bunyi jepretan kamera, tubuh munggilnya tersentak. Tatapan matanya kosong memandang sang ibu yang menggendongnya.
Menurut Norwani, Lamuel hanya bisa memberikan isyarat melalui tangisan saat bangun tidur. ”Terkadang tak bisa bangun atau kejang. Dia juga kesulitan berbicara. Gerak-gerik tubuhnya tak lincah. Saat ini Lamuel hanya bisa terbaring di atas kasur,” tuturnya.
Sejak lumpuh, kata istri dari Geni (30) ini, Lamuel semakin kesulitan makan. Selain itu, saat beberapa bagian tubuhnya dipegang, Lamuel langsung menangis. Hal itu menandakan dia kesakitan luar biasa.
”Jujur, siapa yang ingin seperti ini. Saya berobat mau sembuh, bukan sebaliknya,” ujar wanita perambut panjang ini dengan wajah yang terlihat muram.
Norwani kemudian berbagi riwayat singkat sakit yang dialami Lamuel sehingga dia lumpuh. Awalnya, badan Lamuel hanya panas dan sering muntah. Karena di Desa Bereng Jun tak ada tenaga kesehatan, dia bersama suaminya membawa Lamuel ke Palangka Raya. Saat itu Lamuel dirawat di Rumah Sakit Yasmin.
---------- SPLIT TEXT ----------
Lamuel didagnosa menderita radang tenggorokan. Setelah empat hari dirawat, kondisinya tak kunjung membaik, sehingga dipindah ke Rumah Sakit Bhayangkara. Di rumah sakit itu, Lamuel juga dirawat empat hari. Dia didiagnosa menderita flek paru-paru.
Karena kondisinya tak kunjung membaik, keluarga dan dokter menyarankan agar anaknya dirujuk ke RSUD dr Doris Sylvanus. Saran itu langsung diiyakan. Lamuel kembali pindah rumah sakit.
Di RSUD dr Doris Sylvanus, Lamuel diinapkan di ruang F, kamar nomor tiga. Dia di bawah penanganan dokter berinisial M. Dokter mendiagnosa Lamuel menderita sakit flek paru dan radang otak.
”Saat dirujuk ke (RSUD dr) Doris (Sylvanus) selama tujuh hari, (dugaan) malapraktik itu terjadi. Puluhan kali Lamuel mendapat suntikan dalam sehari,” katanya didampingi anak tertuanya, Rasti (8) yang duduk di bangku kelas II SD.
Hati Norwani teriris melihat kondisi anaknya sekarang. Pasalnya, sebelum sakit, Lamuel anak yang periang, rewel, dan senang bermain. Dia pun sudah bisa berlari. Norwani mengaku tak akan berhenti berjuang untuk kesembuhan anaknya.
Saat dugaan malapraktik itu muncul sampai pada pelaporan ke Polres Palangka Raya, proses pengobatan Lamuel kian sulit. Meski demikian, Norwani dan Geni tak mau menyerah begitu saja. Dia bersama suaminya berangkat ke Banjarmasin membawa Lamuel ke Rumah Sakit Ulin. Di rumah sakit itu, Lamuel didianogsa menderita gejala penyakit paru. Kemudian, bagian otak sudah banyak cairan obat. Tubuhnya juga terlalu banyak ”mengonsumsi” antibotik dan keracunan obat.
”Di Banjar hanya diperiksa. Kata dokter, Lamuel sudah di ambang batas karena diberikan (obat) dosis tinggi,” tutur Norwani.
Menurut Norwani, dokter hanya bisa melakukan pemeriksaan darah, jatung, dan lainnya. Balita itu tak bisa lagi mengonsumsi obat. Karena tak bisa ditangani, Norwani dan Geni akhirnya memutuskan kembali ke Desa Bereng Jun, merawat Lamuel sementara secara tradisional.
”Setelah lumpuh, kami mengobatinya secara tradisional dengan cara diurut, tetapi itu pun tak kunjung ada perbaikan,” ujarnya sambil memandangi Lamuel dengan tatapan pedih.
Norwani mengaku sudah menghabiskan sekitar Rp 60 juta untuk total biaya pengobatan Lamuel. Uang itu pun diperoleh dengan susah payah. Norwani dan Geni harus utang ke sana ke mari dan menguras tabungannya.
Pasangan suami istri itu bukan dari golongan keluarga berada. Di Desa yang tak ada akses telekomunikasi dan listrik itu, Norwani hanya berperan sebagai ibu rumah tangga. Terkadang dia berjualan untuk membantu penghasilan suaminya yang bekerja serabutan. Penghasilan suaminya pun tak besar, hanya Rp 1 juta per bulan. Itu pun kadang dia menganggur.(***/ign)