PALANGKA RAYA – Badan Nasional Narkotika (BNN) Kalimantan Tengah (Kalteng) masih mendalami jaringan sabu Amat Bin Buhari, narapidana narkotika yang kabur dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkoba Klas III Kasongan dan berhasil ditangkap kembali. Amat disinyalir masuk kelompok jaringan nasional.
Dari tangan Amat, petugas menyita barang bukti sabu sebanyak 22 paket dengan berat 6,1 gram, ponsel, uang, bong, klip, timbangan digital, dan pipet kaca. Barang haram itu dipasok dari Banjarmasin dan Palangka Raya.
Kepala BNN Kalteng Kombes Sumirat Dwiyanto, Rabu (12/10), mengatakan, Amat ditangkap saat transaksi sabu di Jalan G Obos XI, Senin(19/10), sekitar pukul 16.30 WIB. Karena alasan pengembangan dan dicurigai merupakan jaringan besar, baru bisa dipublikasikan kemarin.
Menurut Sumirat, tertangkapnya pelaku berdasarkan hasil tindak lanjut informasi dari masyarakat. Amat dijerat Pasal 112 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman 12 tahun penjara.
Sumirat menuturkan, awalnya petugas tidak mengetahui pelaku merupakan narapidana Lapas Kasongan yang kabur. Namun, setelah pihak Lapas mendatangi BNN Kalteng, baru diketahui statusnya. ”Dugaan ada jaringan lain, makanya penyidik masih melakukan pengembangan,” ujar mantan Kepala BNNP Sulut itu.
Perwira menengah Polri ini menuturkan, pihaknya belum bisa memastikan tersangka adalah jaringan dengan pengendali di dalam Lapas. Akan tetapi, pihaknya sudah memberikan informasi kepada BNN Pusat terkait sepak terjang jaringan Amat di Kalteng.
”Kami lakukan pengembangan karena ini cukup besar. Kalau jaringan lapas lain belum, karena masih lidik,” pungkas Sumirat.
Sementara itu, Amat mengakui barang haram tersebut miliknya dan akan diedarkan di Palangka Raya. Pria itu mendapat upah Rp 150 ribu per paket. Dia juga mengaku bukan sebagai bandar besar.
”Ngambil upah saja sambil menggunakan juga. Sabu dari Banjarmasin dan Palangka Raya,” ujarnya.
Kepada Radar Palangka, Amat mengaku menyesal dan siap menerima risiko penambahan hukuman atas perbuatanya. Dia mengaku terpaksa menjual sabu karena tergiur keuntungan besar dan digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. ”Setelah saya kabur, pergi ke Amuntai, lalu kembali ke Palangka Raya jual sabu,” pungkasnya. (daq/ign)