NANGA BULIK - Pendirian kedua pabrik kelapa sawit PT Sumber Adinusa Lestasi (SAL) dan PT Khatulistiwa Sinergi Omnidaya (KSO) di Desa Kujan, Nanga Bulik, Lamandau , Kalimantan Tengah, telah lama menuai pro dan kontra dari masyarakat.
Sebagian warga menilai bahwa kehadiran kedua pabrik non inti ini telah mendorong perekonomian masyarakat. Sebab banyak petani yang bergantung pada kedua pabrik ini. Apalagi mengingat harga yang ditawarkan oleh pabrik cukup tinggi, yakni seharga Rp 1.400 per kilogram.
Selain itu, semua petani bisa mengirim langsung ke pabrik, meskipun dalam jumlah kecil, tidak ada grading tinggi yang merugikan petani dan pembayaran bisa langsung diterima tanpa harus melalui pihak ketiga. Sehingga jika pabrik sampai tutup maka perekonomian masyarakat diprediksi juga akan terpengaruh.
Sementara itu sebagian warga lainnya menganggap bahwa kedua pabrik ini telah menjadi sumber utama pencemaran udara di Kota Indah Nanga Bulik. Sehingga dua hari lalu sampai muncul demonstrasi dari masyarakat Kujan dan Nanga Bulik. Bahkan, dalam pertemuan mencuat bahwa ternyata pabrik ini belum mengantongi izin.
”IUP belum dikeluarkan dan hanya kantongi rekomendasi Dinas Perkebunan Kalteng saja untuk PT SAL. Sedangkan PT KSO belum kantongi izin apapun, ijin mereka masih terus berproses,” cetus Bupati Lamandau, Ir Marukan, Rabu (19/7).
Namun menurutnya, kehadiran pabrik non inti ini merupakan suatu kebutuhan masyarakat. Sebab ke depan saat seluruh kebun inti perusahaan perkebunan panen, maka pabrik mereka tidak bisa lagi menampung buah masyarakat. Sehingga dikhawatirkan buah masyarakat tidak akan laku . Selama ini hanya pabrik non inti yang bisa menjadi harapan.
Marukan juga menjelaskan, mengapa dibangun di Desa Kujan, karena syarat pembangunan pabrik non inti harus berada diluar ijin perkebunan besar lainnya, berada di area APL, tidak boleh di HP, HPK dan lainnya. Selain itu posisinya strategis karena kebun masyarakat terbesar berada di wilayah kecamatan Bulik, Sematu jaya dan menthoby raya.
Terpisah, kemarin saat ditemui sejumlah wartawaN, Mill Manajer PT SAL , Judiarto Marpaung mengatakan bahwa pihaknya akan tetap berupaya memenuhi kesepakatan untuk membenahi penanganan bau limbah maksimal 6 bulan. Sedangkan terkait perijinan, diakuinya bahwa meskipun telah 6 bulan beroperasi, namun ijin nya masih dalam proses
"Izin kita sebenarnya sudah proses , diajukan sejak tahun 2015 lalu. Saat itu pabrik non inti masih boleh dibangun asalkan memiliki kemitraan dengan kebun kelompok tani dan koperasi, dan kita saat ini memang telah bermitra dengan sejumlah kelompok tani dan koperasi. Namun pada tahun 2016 aturannya berubah jadi harus memiliki kebun inti, namun kita akan tetap terus berupaya, karena kami mendirikan pabrik ini tidak hanya mengejar profit, tapi juga turut membangun bangsa, meningkatkan perekonomian masyarakat, " ujar Marpaung
Hal senada juga disampaikan Mill Manajer PT KSO Hono Kismarwato , namun ia tampak menghindar saat ditanya masalah perijinan. Menurutnya sudah ada bidang lain yang mengurus perijinan.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, sejumlah warga yang hidup di dekat pabrik mengaku tidak memiliki niat untuk menutup pabrik. Mereka hanya ingin agar bau limbah tersebut bisa dihilangkan.
"karena bau ini sudah sangat mengganggu sekali. Ibu saya yang sudah tua dan anak-anak kasihan, sering sakit dibagian pernapasan, sakit tenggorokan tidak sembuh-sembuh, " ungkap Yayung, salah satu warga di desa Kujan.
Ia juga berharap jika ada bantuan dari pihak perusahaan untuk warga, supaya tidak pilih-pilih. Karena semua orang merasakan baunya, namun menurutnya hanya orang tertentu saja yang mendapatkan bantuan.
"harapannya saya, cari solusi yang terbaik. Supaya perusahaan tidak rugi dan masyarakat juga Tidak dirugikan," harapnya. (mex)