KASONGAN – Minimnya partisipasi pemilih menjadi pekerjaan rumah bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Katingan hingga saat ini. Sebagai gambaran, pengguna hak pilih pada pemilihan bupati dan wakil bupati Katingan tahun 2013 lalu cuma sebesar 61,66 persen. Angka itu makin merosot di putaran ke dua atau sebesar 59,58 persen.
Bupati Katingan Sakariyas mengatakan, rendahnya partisipasi pemilih di daerahnya kini menjadi sorotan. Diperlukan pendekatan yang efektif untuk membangun kesadaran serta terbukanya jalan untuk menjalin kerja sama antarsemua pihak.
”Dalam hal ini diperlukan komunikasi dan koordinasi yang efektif dan intensif. Salah satunya dengan kegiatan sosialisasi untuk menggerakan partisipasi aktif pada Pilkada 2018 mendatang,” ungkapnya pada acara sosialisasi terpadu Pilbup Katingan tahun 2018 di Gedung Salawah Kasongan, Sabtu (9/12).
Sakariyas menuturkan, beberapa waktu lalu KPU RI telah menargetkan seluruh penyelenggara pemilu agar mampu menggenjot partisipasi sebesar 77,5 persen di Pilkada serentak tahun 2018. Menurutnya, target tersebut bakal menjadi beban yang cukup berat bagi KPU Katingan. Mengingat pada Pilbup sebelumnya tingkat partisipasi pemilih cuma sebesar 61,66 persen di putaran pertama dan 59,58 persen pada putaran kedua.
”Target nasional tersebut tentunya akan memberikan beban kepada kita semua untuk bisa mencapainya. Saya berharap, sosialisasi terpadu yang digagas KPU Katingan ini bisa meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya,” imbuh bupati.
Ketua KPU Katingan Sapta Tjita menuturkan, banyak fator yang menjadi penyebab rendahnya partisipasi pemilih, mulai apatisme sampai belum terbiasanya pelaksanaan regulasi baru. Rendahnya partisipasi di pilkada sebenarnya merupakan persoalan klasik.
”Dalam beberapa pemilu terakhir, angka partisipasi pemilih bahkan cenderung mengalami penurunan. Penyebab rendahnya partispasi juga beragam, seperti munculnya gejala apatisme dari masyarakat.
Isu pilkada juga kurang diminati oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari media sosial, dimana pilkada tidak banyak menjadi perbincangan.
”Saya menilai masyarakat cenderung apatis karena menganggap kandidat yang ada tidak mampu mengubah kondisi mereka,” pungkasnya. (agg/oes)